- envato
6 Hal yang Dapat Membatalkan Puasa dan Harus Dihindari, Sudah Tahu?
Momentum puasa di bulan suci Ramadhan tidak hanya berfokus untuk meningkatkan pahala dengan cara menjalankan kewajiban-kewajibanNya, kita juga dituntut untuk menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Dalam hadist, dijelaskan bahwa perkara yang dapat membatalkan puasa meliputi beberapa hal, berikut ini penjelasannya.
1. Memasukkan sesuatu ke dalam lubang dengan sengaja
Puasa yang tengah dijalankan seseorang dapat menjadi batal apabila dengan sengaja memasukkan benda (‘ain) ke dalam salah satu lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam yang dalam istilah fiqih disebut dengan jauf. Lubang yang dimaksud, seperti, mulut, telinga, dan hidung.
Lubang (jauf) ini memiliki batas awal yang ketika benda melewati batas maka puasanya akan menjadi batal. Namun, selama belum melewati batas maka puasanya akan tetap sah.
Sementara itu dalam hidung, memiliki batas awal yang sering dikenal dengan muntaha khaysum (pangkal hidung). Pangkal hidung yang dimaksud berada sejajar dengan mata, dalam telinga, yaitu bagian dalam yang sekiranya tidak terlihat oleh mata.
Sedangkan dalam mulut, batas awalnya adalah tenggorokan atau yang bisa disebut dengan hulqum. Puasa menjadi batal ketika terdapat benda, baik itu makanan, minuman, atau benda lain yang masuk ke dalam tenggorokan. Namun, ketika masih dalam mulut dan belum sampai ke tenggorokan, puasa akan tetap sah.
Berbeda halnya ketika benda yang masuk dalam jauf seseorang yang sedang berpuasa dilakukan dalam keadaan lupa, atau sengaja tapi ia belum mengerti bahwa masuknya benda dalam jauh adalah hal yang membatalkan puasa. Dalam keadaan seperti itu, puasa yang dilakukan seseorang tetap dihukumi sah, dengan syarat benda yang masuk dalam jauf tidak dalam volume yang banyak atau terlalu dalam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا نَسِىَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ
“Apabila seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, hendaklah dia tetap menyempurnakan puasanya karena Allah telah memberi dia makan dan minum.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah menghilangkan dari umatku dosa karena keliru, lupa, atau dipaksa.”
Hal lain yang dapat membatalkan puasa adalah ketika seseorang sedang menjalani pengobatan tertentu yang dilakukan dengan cara memasukkan benda (obat atau infus) pada salah satu lubang, seperti qubul dan dubur.
2. Muntah secara sengaja
Jika seseorang muntah tanpa disengaja atau terjadi secara tiba-tiba (ghalabah) maka puasanya tetap sah, selama tidak ada sedikitpun dari muntahannya yang tertelan kembali. Namun, apabila muntahannya ditelan dengan sengaja maka puasanya dihukumi batal.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda”
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa yang dipaksa muntah sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qodho’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qodho’.”
3. Melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis (jima’)
Berjima' di siang hari dengan lawan jenis saat bulan suci Ramadhan dapat membatalkan puasa. Bahkan, dalam konteks ini terdapat ketentuan khusus, puasa seseorang tidak hanya batal tetapi ia juga dikenai denda (kafarat) atas perbuatannya. Denda tersebut berupa puasa selama dua bulan berturut-turut.
Melansir dari situs NU online, jika tidak mampu, orang yang berjima' wajib memberi makanan pokok senilai satu mud (0,6 kilogram beras atau 3/4 liter beras) kepada 60 fakir miskin. Hal ini bertujuan sebagai ganti atas dosa yang ia lakukan berupa berhubungan seksual saat puasa.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »
“Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedekahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.”
4. Keluarnya air mani dengan sengaja
Keluarnya air mani (sperma) dengan sengaja disebabkan karena bersentuhan kulit. Misalnya, air mani keluar akibat onani atau bersentuhan dengan lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual.
Namun, berbeda halnya ketika air mani keluar karena mimpi basah (ihtilam). Jika dalam keadaan demikian berarti puasanya masih tetap dianggap sah. Inilah pendapat ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى
“(Allah Ta’ala berfirman): ketika berpuasa ia meninggalkan makan, minum dan syahwat karena-Ku”. Mengeluarkan mani dengan sengaja termasuk syahwat, sehingga termasuk pembatal puasa sebagaimana makan dan minum.
Jika seseorang mencium istri dan keluar mani, puasanya batal. Namun jika tidak keluar mani, puasanya tidak batal. Adapun jika sekali memandang istri, lalu keluar mani, puasanya tidak batal. Sedangkan jika sampai berulang kali memandangnya lalu keluar mani, maka puasanya batal.
Lalu bagaimana jika sekedar membayangkan atau berkhayal (berfantasi) lalu keluar mani? Jawabnya, puasanya tidak batal. Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِى مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا ، مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ
“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku apa yang terbayang dalam hati mereka, selama tidak melakukan atau pun mengungkapnya”.
5. Mengalami haid atau nifas
Selain batal puasanya, perempuan yang mengalami haid atau nifas memiliki kewajiban untuk mengqadha puasanya. Dalam hal ini, konsekuensi haid dan sholat itu berbeda. Sebab dalam sholat, orang yang haid atau nifas tidak berkewajiban untuk mengqadha sholat yang ia tinggalkan pada masa haid atau nifas.
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Keluarnya darah haid dan nifas membatalkan puasa berdasarkan kesepakatan para ulama.” Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ » . قُلْنَ بَلَى . قَالَ « فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا »
“Bukankah kalau wanita tersebut haid, dia tidak shalat dan juga tidak menunaikan puasa?” Para wanita menjawab, “Betul.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah kekurangan agama wanita."
Jika wanita haid dan nifas tidak berpuasa, ia harus mengqodho’ puasanya di hari lainnya. Berdasarkan perkataan ‘Aisyah, “Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.” Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haid dan nifas wajib mengqadha’ puasanya ketika ia suci.
6. Murtad saat puasa
Murtad adalah keluarnya seseorang dari agama islam. Seperti contohnya, orang saat sedang berpuasa tiba-tiba mengingkari keesaan Allah SWT atau mengingkari syariat hukum islam. Disamping puasanya yang batal, ia juga memiliki kewajiban untuk segera kembali mengucapkan syahadat serta mengqadha atau mengganti puasanya.
Allah –Ta’ala- berfirman:
( وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ، لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ) التوبة (65 – 66)"
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". (QS. At Taubah: 65-66).
Enam hal di atas adalah perkara yang dapat membatalkan puasa, ketika salah satu dari hal tersebut terjadi pada saat puasa, maka puasa yang tengah dijalankan menjadi batal. Semoga ibadah puasa kita pada bulan Ramadhan kali ini diberi kelancaran dan kesempurnaan serta menjadi ibadah yang diterima Allah SWT. Allahumma aamiin. (adh)