- unsplash.com
Ketentuan - Ketentuan Bagi Musafir yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa
Sudah menjadi tradisi untuk sebagian warga Indonesia dalam melakukan kegiatan mudik. Mudik adalah satu hal yang sangat membahagiakan. Siapa yang tidak senang? Bertemu keluarga, sanak saudara di kampung halaman tercinta. Keluarga berkumpul dengan lengkap sambil menikmati hidangan khas Lebaran dilengkapi momen bermaaf - maafan yang membuat suasana semakin haru.
Seseorang yang melakukan mudik biasanya mempunyai kampung halaman yang cukup jauh dengan tempatnya tinggal. Istilah ini sering berlaku untuk para perantau, biasanya kegiatan mudik dilakukan pada saat bulan puasa sebelum menjelang hari raya Idul Fitri agar para pemudik bisa menjalankan Sholat Ied bersama dengan keluarga.
Tentunya mudik memakan waktu yang cukup lama dalam perjalanan. Seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh disebut dengan musafir. Di dalam Islam musafir berasal dari bahasa Arab yaitu, safara yang artinya bepergian. Tidak semua orang yang melakukan perjalanan dapat disebut musafir. Ini tergantung pada jenis perjalanan yang ditempuh. Pada zaman Rasulullah SAW, safar ditentukan berdasarkan waktu.
Menjadi musafir memiliki keistimewaan dalam menjalani ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT. Para musafir mendapatkan keringanan untuk menjalani puasa serta sholatnya, dikarenakan keadaan yang tidak memugkinkan untuk beribadah. Tapi pastinya semua ini dilandasi oleh ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk para musafir.
Berikut beberapa ketentuan - ketentuan bagi musafir.
1. Jika perjalanan dilakukan pada malam hari dan sebelum terbitnya fajar (waktu Subuh) sudah melewati batas daerah tempat tinggalnya dan waktu wilayah Indonesianya pun ikut berubah.
Hal ini diperbolehkan untuk seseorang Musafir tidak berpuasa, namun apabila seorang musafir melakukan perjalanan setelah terbitnya fajar maka hal sebaliknya, Allah SWT tidak memperbolehkan berbuka dan wajib berpuasa sehari penuh.
2. Boleh tidak berpuasa jika menempuh jarak perjalanan yang membolehkan meringkas sholat atau disebut dengan qashar. qashar artinya, melakukan sholat wajib dengan meringkas jumlah rakaat sholat tersebut.
Terdapat 3 sholat fardhu yang boleh diqashar yaitu Dzuhur, Ashar dan Isya yang mana rakaat aslinya berjumlah 4 rakaat dan bisa dikerjakan sebanyak 2 rakaat saja.
Mengenai hal ini, ada beberapa pendapat ulama yang berbeda tentang batas minimal kilometer yang ditempuh untuk bisa meringkas sholat. Namun teka - teki jumlah kilometer ini terjawab dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji (Damaskus : Darul Qalam, 2013, jil 1 hal 191) secara jelas Dr. Musthofa Al-Khin dan kawan-kawan yakni ukuran kilometer dengan bilangan 81 kilometer.
3. Diizinkan tidak berpuasa jika perjalanan yang dilakukan adalah perjalanan yang mubah. Bukan perjalanan untuk melakukan suatu kemaksiatan atau yang mempunyai nilai keburukan. Mubah adalah suatu perbuatan yang memberikan pilihan kepada umatnya untuk melakukannya atau meninggalkannya. Apabila dilakukan tidak dijanjikan ganjaran pahala. Namun, apabila ditinggalkan tidak akan mendapat dosa atau pun siksa.
Jika seorang musafir masuk dalam ketentuan - ketentuan di atas maka diperbolehkan untuk membatalkan puasanya. Kecuali seorang musafir yang telah bermukim di suatu tempat. Allah SWT melarang untuk berbuka.
Mengenai musafir juga dibahas dalam Al-Qur’an Al-Baqarah ayat 185 yang mengatakan
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya:
Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.
Sudah sangat jelas bahwa membatalkan puasa diperbolehkan asalkan sesuai dengan ketentuan - ketentuan yang telah dipermudah oleh Allah SWT. Namun resiko bagi seorang musafir yang tidak melaksanakan puasa Ramadhan tersebut diharuskan untuk mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan. Kewajiban tersebut disunnahkan untuk diselesaikan setelah Ramadhan berakhir.
Semoga informasi di atas dapat membantu kamu untuk tetap beribadah saat mudik. Tentunya, dengan anjuran-anjuran yang telah diperbolehkan oleh agama Islam. (ayu)