MUI Jabar Serukan salat gaib untuk Eril.
Sumber :
  • twitter @Sobat_RK

MUI Jabar Serukan Salat Gaib untuk Eril yang Tenggelam di Sungai Aare Swiss, Berikut Tata Cara dan Doanya

Jumat, 3 Juni 2022 - 08:42 WIB

Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat mengimbau kepada masyarakat muslim untuk menggelar salat gaib, hari ini Jumat (3/6/2022) untuk Emmeril Kahn Mumtadz (Eril) putra sulung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yang hilang di Sungai Aare, Bern, Swiss. 

Imbauan itu dituangkan dalam surat edaran MUI Jawa Barat dan dirilis sesaat setelah pihak keluarga Ridwan Kamil menggelar pertemuan di Kantor MUI Jawa Barat, Kamis (2/5/2022).

Berikut ini niat, syarat dan rukun salat gaib seperti dikutip dari Nu.or.id

Niat Salat Gaib memiliki hukum yang sama dengan shalat jenazah yang ada di tempat, yakni fardhu kifâyah. 

Artinya, salat Gaib cukup untuk menggugurkan kewajiban salat jenazah, dengan catatan diketahui secara nyata bahwa ada orang yang telah melakukannya. 

Untuk niatnya, dapat diklasifikasi tergantung jenis kelamin, jumlah jenazah dan status mushalli-nya apakah menjadi imam, makmum, atau shalat sendiri. 

Bila jenazahnya laki-laki maka lafal niatnya adalah:

أُصَلِّي عَلَى مَيِّتِ (فُلَانِ) الْغَائِبِ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ إِمَامًا/مَأْمُومًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushallî ‘alâ mayyiti (fulân) al-ghâ-ibi arba’a takbîrâtin fardhal kifayâti imâman/ma’mûman lillâhi ta’âlâ.  

Artinya, “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulan (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”

Namun, bila dirasa sulit menghafalkan teks arabnya, kita boleh menggunakan terjemahnya baik dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah masing-masing.

Syarat Sah Salat Gaib selain syarat-syarat pada umumnya, setidaknya terangkum dalam dua hal berikut: 

Pertama, jenazah berada di luar daerah yang jauh dari jangkauan, atau di tempat yang dekat namun sulit dijangkau. Karena itu, jika masih berada dalam daerah, walaupun jauh dan tak sulit dijangkau, maka tidak sah melakukan salat Gaib. Demikian pula kalau jenazahnya berada di batas daerah, dan kita dekat dengan tempat tersebut, maka tidak sah melakukan shalat Ghaib.   

Kedua, telah mengetahui atau menduga kuat bahwa jenazahnya sudah dimandikan. Kalau tidak, maka salat gaibnya tidak sah. Namun, bila ia menggantungkan salat gaibnya dengan sucinya jenazah tersebut (bahwa telah dimandikan), salatnya dihukumi sah. Misalnya, dalam niat ia mengatakan, “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulan’... dan seterusnya, dengan catatan di sudah suci atau sudah dimandikan ...” maka shalatnya juga sah.

Rukun salat gaib

Rukun salat gaib tak ada bedanya dengan rukun shalat jenazah pada umumnya. Sebab yang membedakan keduanya hanyalah soal ada dan tidak ada jenazah di hadapannya.

Berikut ini tujuh rukun salat gaib yang harus dilakukan:  

Pertama, berniat, seperti umumnya shalat yang lain dengan pilihan redaksi di atas. 

Kedua, berdiri bagi yang mampu, dan bila tak mampu, boleh shalat dengan cara yang dimampuinya.   

Ketiga, membaca empat takbir termasuk takbiratul ihram. Bila lebih dari empat, baik sengaja maupun tidak, shalatnya tetap sah. Terpenting ia tak meyakini bahwa menambah bacaan takbir itu membatalkan, atau dalam pengulangan bacaan takbir ia tak mengangkat tangannya sebagaimana empat takbir sebelumnya. Jadi, jika diyakini membatalkan, atau seiring menambah bacaan takbir juga mengangkat tangan, maka shalatnya batal.   

Keempat, membaca surat al-Fatihah, berdasarkan hadits riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda: “Amarana Rasûlullâhi shalallâhu ‘alaihi wasallam an naqra‘a bi fâtihatil kitâb ‘alâ janâzah" (Rasulullah saw memerintahkan kami membaca surah al-Fatihah saat shalat jenazah). (HR Ibnu Majah).   

Kelima, membaca shalawat kepada Nabi saw setelah takbir kedua. Minimal dengan membaca, Allahummâ shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad. Namun yang paling sempurna adalah membaca shalawat Ibrahimiyah yang biasa dibaca saat tasyahud akhir dalam shalat.  

Keenam, membaca doa untuk jenazah setelah rakaat ketiga. Berikut doa Rasulullah saw yang diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik ra:

اللهم اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَاعْفُ عَنْهُ وَعَافِهِ وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وَبَرَدٍ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ

Allahummagfir lahû warhamhû wa’fu ‘anhû wa’âfihî wa akrim nuzulahû wa wassi’ madkhalahû waghsilhu bi mâ‘in wa tsaljin wa baradin wa naqqihi minal khathâyâ kamâ yunaqqast tsaubul abyadhu minad danas wa abdilhu dâran khairan min dârihî wa ahlan khairan min ahlihî wa zaujan khairan min zaujihî waqihî fitnatal qabri wa ‘adzâbin nâr.  

Artinya, “Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah ia, maafkanlah dan berilah ia keafiatan (nasib ukhrawi yang baik), muliakanlah tempatnya, lapangkanlah jalurnya, basuhlah ia dengan air surgawi yang sejuk nan segar, bersihkanlah ia dari noda-noda kesalahan laiknya baju putih yang kembali mengkilap setelah dibersihkan dari kotoran dan noda, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih indah, keluarga dan pasangan yang lebih baik, lindungilah ia dari fitnah kubur dan siksa neraka.” 

Ketujuh, membaca salam setelah takbir keempat. Namun, setelah takbir dan sebelum salam, disunnahkan membaca doa berikut:

“Allâhumma lâ tahrimnâ ajrohû walâ taftinnâ ba’dahû wagfir lana walahû” (Ya Allah, janganlah engkau jadikan kami penghalang pahalanya, dan janganlah biarkan kami dalam ajang fitnah, umpatan atau buah bibir setelah ini semua, dan ampunilah kami dan dia). (ner)

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:34
02:10
01:29
03:46
02:20
01:37
Viral