- via ZamZam
Mengenal Sa'i, 7 Kali Bolak Balik Bukit Safa dan Marwah. Bagaimana Jika Jemaah Haji Lemah, Lansia dan Sakit?
Jakarta - Salah satu rukun ibadah haji yaitu Sa’i, diambil dari hikmah ketika Siti Hajar, istri dari Nabi Ibrahim AS, berlari dari bukit Safa ke Marwah sebanyak 7 kali. Saat itu ia mencari air untuk menghidupinya dan putranya, Ismail AS.
Dilansir dari buku panduan resmi manasik haji Kementerian Agama, Sa’i berarti berjalan dari Safa ke Marwah, bolak-balik sebanyak tujuh kali. Perjalanan dimulai dari safa dan berakhir di Marwah, dengan syarat dan cara-cara tertentu.
Menurut Imam Syafi’i, Maliki, dan Hanbali, sa’i merupakan salah satu rukun haji dan umrah yang harus dikerjakan oleh jemaah haji. Jika seseorang tidak mengerjakan sa’i maka ibadah haji dan umrahnya tidak sah.
Sedangkan menurut Imam Hanafi, sa’i adalah salah satu wajib haji yang harus dikerjakan oleh jemaah haji, Ketika seseorang tidak mengerjakannya, ia harus membayar dam atau denda.
Menurut Ibn Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Ibn Abbas, Ibn Zuhair dan Ibn Sirrin, sa’i itu hukumnya sunnah, dan tidak ada dam bagi yang meninggalkan.
Berjalan dari Safa dan Marwah sebanyak 7 kali bolak balik tentu membutuhkan tubuh yang sehat dan banyak energi. Lalu bagaimana jika ada jemaah haji lansia atau yang sedang dalam kondisi lemah atau sakit?
Dalam buku panduan resmi manasik haji Kementerian Agama bagi jemaah haji yang udzur disebabkan lemah atau sakit, boleh dilakukan dengan digendong, menggunakan kursi roda atau naik skuter matik.
Bagi orang yang sehat, kuat dan mampu berjalan, sebaiknya sa’i dilakukan dengan berjalan kaki.
Sa’id Basyanfar dalam kitab al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al’Umrah menjelaskan, sa’i dengan berjalan kaki adalah sunnah menurut golongan madzhab Syafi’i, madzhab Maliki dan dalam satu riwayat madzhab Hambali.
Sementara itu menurut madzhab Hanafi, sa’i dengan berjalan kaki hukumnya wajib dan apabila ditinggalkan wajib membayar dam.
Berjalan kaki murupakan syarat sa’i menurut satu riwayat dalam madzhab Hambali dan Maliki. Sa’i boleh naik kendaraan berdasarkan hadits sebagai dari Jabir bin ‘Abdullah ra.
“Nabi SAW ketika tawaf pada haji wada’ dengan menaiki tunggangannya, dan juga ketika sa’i di Safa dan Marwah, orang ramai melihatnya dan beliau dapat menyelia untuk mereka bertanya kepada beliau, maka sesungguhnya orang ramai mengerumuni beliau. (HR. Bukhari dan Muslim)
Apabila seseorang tanpa udzur melakukan sa’i dengan naik kendaraan maka hukumnya diperbolehkan dan tidak makruh
Akan tetapi, hal tersebut menyelisihi yang lebih utama dan tidak ada kewajiban membayar dam atasnya. (Mzn)