- Istimewa/pixabay.com
Memilukan, Dirajam Sampai Tewas, 2 Pelaku Zina Mengaku di Hadapan Nabi
Sumatera - Bagi umat Islam, melakukan perbuatan zina merupakan perbuatan dosa besar kedua setelah perbuatan syirik (menyekutukan Allah SWT). Bahkan, kata Ustaz Abdul Somad dalam ceramahnya, penzina laki-laki dan perempuan akan dihukum cambuk 100 kali bila belum menikah.
Namun hukum pelaku penzina yang sudah menikah bagi laki-laki dan perempuan, tubuhnya akan ditanam sebelah dan dilempari batu atau dirajam sampai tewas. Akan tetapi sekarang tidak bisa diterapkan, sebab apabila hal itu diterapkan maka yang menghukum akan masuk penjara.
"Namun, bisa tidak kita laksanakan hukum ini, andai tujuh kata tidak dibuang maka bisa. Pancasila dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, tujuh kata hilang. Bagaimana ceritanya bisa hilang? cari sendiri," ujar Ustaz Abdul Somad atau sering disebut UAS, seperti yang dikutip tvonenews.com dari kanal YouTube Tanya Ustadz Somad.
Kemudian, UAS katakan, apabila manusia sudah berbuat zina, maka segera taubat dan mandi taubat. Ia juga menyebutkan, mandi taubat itu seperti dengan mandi wajib.
"Setelah mandi taubat, laksanakan salat taubat dua rakaat. Kemudian datang ke tuan guru, minta dudukan zikir. Lalu banyak-banyak sedekah dan banyak-banyak beribadah," katanya.
Selanjutnya dari berbagai sumber menyebutkan, ada dua orang yang mengaku berbuat zina kepada nabi saw. Kisah ini pun begitu memilukan sebab dua pelakua zina ini tidak malu mengaku perbuatannya di hadapan nabi saw.
Dua pelaku zina tersebut adalah Ma’iz bin Malik dan wanita Ghamidiyah. Pertama kisah Ma’iz bin Malik yang mengakui perbuatan zina di hadapan nabi saw, yang diriwayatkan dari Buraidah.
Pada suatu hari, M’aiz bin Malik datang menemui Rasulullah saw, dan berkata, “Sucikanlah aku, wahai Rasulullah,”
Kemudian, Rasulullah pun menjawab, “Apa-apaan kamu ini? Pulang dan mintalah ampun serta bertaubat kepada Allah,”
Ma’iz pun pergi meninggalkan Rasulullah. Belum lama ia beranjak pergi, ia pun kembali dan berkata, “Sucikanlah aku, wahai Rasulullah!” Rasulullah menjawab sebagaimana jawaban sebelumnya.
Hal itu terjadi berulang-ulang. Sampai keempat kalinya Rasulullah bertanya, “Dari apa kamu harus aku sucikan?” Ma’iz menjawab, “Dari dosa zina.”
Rasulullah pun bertanya kepada sahabat lain yang ada di situ, “Apakah Ma’iz ini mengidap gangguan jiwa?” Lalu dijawab bahwa Ma’iz tidak gila. Beliau bertanya lagi, “Apakah Ma’iz sedang mabuk?” Salah seorang kemudian berdiri untuk mencium bau mulutnya, namun tidak ada bau khamr atau alkohol dari mulutnya.
Kemudian, nabi saw bertanya kepada Ma’iz, “Betulkah kau telah berzina?” Ma’iz menjawab, “Ya, benar.”
Lalu, Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menegakkan hukum rajam, yang berlaku pada saat itu terhadap Ma’iz hingga akhirnya ia meninggal.
Setelah Ma'iz meninggal dunia, orang-orang terpecah dalam dua pendapat mengenai kesan terhadap Ma’iz. Sebagian mengatakan bahwa Ma’iz telah celaka akibat dosa yang telah diperbuatnya.
Sementara, sebagian yang lain memiliki kesan positif bahwa Ma’iz merupakan orang yang beruntung karena telah bertaubat secara sangat baik, yaitu dengan mendatangi Rasulullah, mengakui kesalahannya, dan ikhlas untuk menjalani hukuman rajam.
Kemudian, selang tiga hari setelah meninggalnya Ma’iz, kedua kubu itu masih dalam pendapatnya masing-masing. Hingga akhirnya Rasulullah meminta mereka untuk memohon ampunan kepada Ma’iz. Lalu Rasulullah saw bersabda,
“Sungguh Ma’iz telah bertaubat dengan sempurna, dan seandainya taubatnya dapat dibagi untuk satu kaum, pasti taubatnya akan mencukupi seluruh kaum tersebut.”
Kisah Ma’iz ini dicatat oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya pada bab Merajam Pelaku Zina di Mushala, hadis nomor 6434.
Sementara itu, dalam kisah wanita Ghamidiyah yang mengakui perbuatan zina di hadapan nabi saw yang diriwayatkan dari Buraidah sebagai berikut.
Ada seorang wanita dari suku Ghamidiyah menemui Rasulullah, dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina, sucikanlah aku dari dosaku.” Rasulullah kemudian memintanya untuk pulang.
Kemudian, esok harinya wanita itu datang lagi. “Mungkin engkau enggan untuk menjatuhkan hadd (hukuman) untukku sebagaimana yang engkau lakukan terhadap Ma’iz bin Malik. Demi Allah, aku telah hamil (dari hasil zina),” katanya mencoba meyakinkan.
Lalu Rasulullah menjawab, “Aku tetap menjawab tidak, pergilah sampai kau melahirkan.” Setelah sekian lama, wanita itu pun melahirkan, lalu wanita itu pun kembali mendatangi Rasulullah sambil menggendong bayinya sebagai bukti, dan berkata, “Ini bayinya, aku telah melahirkannya.” Rasulullah menjawab, “Pergilah dan susui dia sampai engkau selesai menyapihnya.”
Setelah sekian lama dan wanita itu sudah menyapih anaknya, ia kembali mendatangi Rasulullah dengan menggendong anaknya yang sedang memegang roti. Wanita itu pun berkata,
“Wahai Rasulullah, aku telah menyapihnya dan ia sudah bisa makan.” Rasulullah pun meminta wanita untuk menyerahkan bayinya kepada salah seorang sahabat yang hadir di situ.
Sementara wanita itu dibawa ke tempat eksekusi rajam. Sampai kemudian Khalid bin Walid ikut merajamnya. Mukanya terkena cipratan darah wanita itu. Ia pun mencela si wanita. Mendengar apa yang baru saja Khalid ucapkan, Rasulullah menegur.
“Jaga ucapanmu, Khalid! Demi Allah, ia telah sungguh-sungguh bertaubat dengan taubat yang seandainya seorang penarik pajak bertaubat maka akan diampuni.” Wanita itu pun dishalati dan dimakamkan.
Kisah wanita Ghamidiyah ini dicatat Imam Muslim dalam Shahih-nya dalam Bab Pengakuan Orang yang Berzina, nomor hadits 4528. (Aag)