- motogp
Taru Rinne, Pebalap Legendaris Wanita Pertama yang Menorehkan Sejarah di motoGP
Jakarta – Adu cepat balap motor selalu memicu adrenalin. Bukan hanya pria gemar menggeber motor, pebalap wanita pun bisa berprestasi bahkan di kejuaraan sekelas motoGP.
Kegiatan balap motor identik dengan kaum pria. Meski olahraga kebut-kebutan cukup berbahaya namun siapa sangka kaum wanita pun yang menyukai olahraga kuda besi. Bahkan ada satu sosok perempuan tangguh yang mampu membuat sejarah di arena balap motor paling bergengsi di dunia, motoGP.
Sebelum terkenal di arena motoGP, Taru Rinne memulai kariernya dari balapan gokart. Ia ingin mengikuti lintasan para pebalap terkenal Finlandia yang mengawali kiprah dari gokart hingga kelak menjadi legenda Formula 1, seperti Mika Hakkinen, Mika Salo hingga Jyrki Jarvilehto.
Si cantik Taru Rinne bahkan mengawali aksinya dengan mengalahkan Mika Hakkinen! Pada 1979, Taru menjadi juara Finnish Karting Championship kelas 85 cc dan Hakkinen berada di posisi kedua. Setahun kemudian, di kelas yang sama, Taru berada di belakang Mika Salo dan Hakkinen di peringkat keempat.
Tak hanya sampai di situ. Pada 1983, Nona Rinne jadi juara lagi di kejuaraan gokart meski kemudian panitia menganulir kemenangannya. Panitia membuktikan tim Taru Rinne menggunakan bahan bakar yang tidak sesuai spesifikasi. Hukuman pula membuat kiprah Rinne di arena gokart berakhir.
Dari Gokart ke GP125
Namun bukan Taru Rinne jika berputus asa dan berhenti sampai di situ saja. Peristiwa pahit di gokart justru membuat Rinne beralih ke balap motor pada 1987. Setahun kemudian, 1988, ia sudah mendapat kontrak dari Honda untuk balapan di kelas GP125 dengan menggunakan motor RS125.
Setahun kemudian, 1989, nama Taru Rinne mendunia dengan julukan The First Lady of Fast setelah ia mampu menyelesaikan musim dengan mengumpulkan 23 poin dan berada di urutan ke-17. Dengan total peserta GP125 berjumlah 44 orang, pencapaian Rinne sudah lebih baik dari setengah peserta lain.
Namun karier balap motor wanita asal Finlandia yang lahir 54 tahun lalu tidak panjang. Rinne mengalami kecelakaan pada 1991 pada seri kesepuluh di Sirkuit Paul Ricard, Prancis. Kisah tragis cedera parah pada pergelangan kaki bukan alasan bagi Rinne untuk tidak lagi melaju lagi di sirkuit.
Tapi sepucuk surat dari Bernie Ecclestone, yang memiliki kuasa untuk menentukan seorang pebalap bisa melanjutkan balapan atau tidak, menjadi kekecewaan terbesar dalam hidup Taru Rinne.
Meski kekecewaan melanda hidupnya, kisah balapan Taru Rinne belum berakhir. Ia merasakan lomba lagi pada balapan lokal Finlandia hingga GP Jerman pada 1993. Walaupun tidak sampai ke kelas para raja alias GP500, kisah Rinne di balapan GP125 sudah sangat membanggakan dan membuka mata dunia.
Bahwa wanita pun bisa melaju dengan kencang dan benar. Inspirasi Taru Rinne telah memacu kemunculan nama-nama pembalap wanita baru yang sukses menorehkan poin di balapan GP, seperti Katja Poensgen, Ana Carrasco hingga Maria Herrera. (doe/raw)