Jakarta - Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dwidjono Hadi Darwanto meminta Badan Urusan Logistik (Bulog) bertanggungjawab atas kenaikan harga beras yang terjadi saat ini. Dia menilai Bulog tidak maksimal melakukan pengadaan atau penyerapan sehingga kondisi ini terus berulang setiap tahunnya.
"Contohnya, bulan Maret dan April yang lalu, itu nih maaf, Bulog itu tidak maksimal dari segi pengadaan. Sehingga apa? Stok beras di Bulog itu terbatas. Dan akhirnya untuk operasi pasar itu sampai dengan bulan September saja sudah habis," ujar Dwidjono dalam diskusi publik berjudul "Ketahanan Pangan: Mengapa Beras Indonesia Termahal di ASEAN?" yang diselenggarakan oleh Majelis Kritis Geostrategy Study Club (GSC).
Menurut Dwidjono, kenaikan harga diakibatkan oleh biaya dan juga ketersediaan akhir tahun yang kurang. Padahal, seharusnya, ketersediaan beras minimal mencapai 1,2 juta ton per tahun. Akan tetapi, Bulog hanya mengadakan sebesar 800 ribu ton. Akibatnya, karena harus dilakukan operasi pasar setiap bulan dengan kebutuhan sebesar 100-200 ribu ton pada September sudah habis.
"Imbasnya, pada bulan November-Desember harga pasti naik dan kondisi itu terus berulang setiap tahun. Artinya, kalau misalnya Bulog itu mempunyai ketersediaan cukup, itu November-Desember itu masih bisa operasi pasar. Sehingga harga akan turun," katanya.
Terpisah, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri meminta Bulog untuk fokus pada tugas utama dari pemerintah dalam melakukan stabilisasi pasokan dan harga beras saat ini.
"Saya lebih mendorong Bulog untuk evaluasi diri atas kinerjanya," kata Mansuri.
Mansuri menuturkan, pihaknya kurang sepakat dengan istilah mafia yang digunakan oleh Bulog. Namun, lebih kepada pedagang besar di atas pasar eceran yang sebatas mengambil keuntungan lebih dalam menjual beras.
"Siapapun yang bermain harus ditertibkan," katanya.
Sekretaris Jenderal Ikappi, Reynaldi menilai pangkal masalah yang berlarut ini karena kesalahan Bulog yang tidak optimal melakukan penyerapan beras pada musim panen tahun lalu. Itu menyebabkan Bulog kekurangan cadangan untuk stabilisasi harga.
"Ini jadi masalah sekarang sehingga mempengaruhi harga di pasaran. Walau sudah ada impor, tetapi proses berkurangnya beras di pasaran jadi persoalan," jelasnya.
Ikappi mencatat, kenaikan harga beras, terutama jenis medium sudah terjadi lebih dari dua bulan hingga pemerintah memutuskan impor. Ia memprediksi, kenaikan harga beras ini kemungkinan masih akan terjadi hingga panen raya tiba.
Panel harga Badan Pangan Nasional mencatat rata-rata harga eceran beras medium sebesar Rp 11.640 per kg sedangkan HET medium sebesar Rp9.450 per kg-Rp10.250 per kg tergantung wilayah. Oleh karena itu, Ikapi meminta Bulog sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam stabilisasi harga untuk lebih fokus menyelesaikan persoalan beras.
"Faktanya saat ini Bulog tidak bisa menyelesaikan persoalan beras dengan baik. Fokus saja urus beras, tidak usah mengurus yang lain," katanya.
Load more