Bandung, tvOnenews.com - Tiga pekerja terlihat berada di atas sebuah atap bangunan. Tangan-tangan mereka cekatan melepas genteng-genteng dari atas sana, meski cuaca tak menentu. Kadang terik, sesekali berganti rintik.
Genteng demi genteng diturunkan secara estafet dan penuh kehati-hatian, sembari memastikan setiap pijakan. Di bawah sana, dua pekerja lainnya sigap menerima uluran genteng dari ketiga rekannya.
Sejurus kemudian, kelimanya bergeser ke atap bangunan di sebelahnya. Masih untuk melakukan ativitas yang sama. Ya, bangunan yang atapnya tengah dibongkar itu, tak lain, bangunan Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran di Bandung.
Bangunan, dengan empat unit seluas 1.247 meter persegi itu, merupakan tempat 75 siswa penyandang disabilitas sensorik netra setingkat SD sampai SMA menimba ilmu sehari-hari.
Bangunan itu berdiri di atas tanah seluas 1.643,25 meter persegi, di dalam area kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) milik Kementerian Sosial, yakni Sentra “Wyata Guna” di Bandung.
Renovasi SLB merupakan instruksi Menteri Sosial Tri Rismaharini dengan tujuan untuk meningkatkan fasilitas bagi penyandang disabilitas. Unit bangunan yang direnovasi meliputi ruang guru, ruang-ruang kelas, serta ruang Information, Communication and Technology (ICT) atau lab komputer.
Atas respon cepat Kemensos, Kepala SLBN A Pajajaran Gun Gun Guntara, mengungkapkan rasa haru dan terima kasih kepada Mensos.
“Ya, kalo saya pribadi mah senang. Kami sangat menyambut baik perbaikan sekolah ini. Karena yang dikhawatirkan orangtua murid selama ini, yang ikut melihat, memantau proses belajar anak-anak mereka dari kaca jendela, terkait keselamatan anak mereka di dalam ruang-ruang kelas, mulai sedikit terkikis,” kata Gun Gun saat ditemui Rabu (22/2).
Selain itu, rasa terima kasihnya disampaikan lantaran sementara bangunan sekolah direnovasi, Kemensos melalui Sentra “Wyata Guna” di Bandung, juga memfasilitasi ruang kelas untuk siswanya belajar.
“Alhamdulillah, atas instruksi dari Bu Menteri melalui Kepala Sentra, (untuk ruang kelas belajar dan ujian siswa) difasilitasi di sini (aula Sentra). Mudah-mudahan saat ujian Senin depan, para siswa tidak terganggu. Itu yang menjadi pemikiran saya, jangan sampai aktivitas mereka nanti terganggu, kasihan,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya mengharapkan renovasi sekolah bisa dilakukan secara maksimal agar bangunan bisa benar-benar memenuhi standar layak pakai sehingga tidak lagi membahayakan siswa-siswi netra yang tengah belajar di ruang-ruang kelas.
Aktivitas pembongkaran tampak dilakukan kelima pekerja sejak Rabu (22/2), hingga hari ini (24/2). Sedari pagi hingga sore hari.
Mandor atau pelaksana lapangan untuk renovasi SLBN A Pajajaran Tarna Sutisna, yang membawahi pengerjaan renovasi, mengatakan sementara pembongkaran berkutat pada bongkar atap dan kusen yang memakan waktu kurang dari tujuh hari.
“Yang dibongkar sementara atap dan kusen-kusen dulu. Pembongkaran sekitar satu minggu atau kurang, dimulai dari Rabu (22/2) sampai besok Sabtu (25/2). Setelah itu, rencana pembuatan rangka atap baru,” kata Tarna.
Ia menuturkan pembongkaran bagian tertentu itu merupakan hasil pengamatannya bersama pihak sekolah dan sentra. Jika dilihat dari segi fisik bangunannya, menurutnya, bagian atap dan kusen memang sudah rusak dan tidak layak.
Sehingga, lanjutnya, bagian-bagian yang sudah tidak memungkinkan, sudah waktunya direnovasi, akan diganti dengan yang baru. “Untuk atap kayu itu, kita ganti dengan rangka baja ringan. Untuk kusen, kita ganti dengan kusen alumunium,” ucapnya.
Pembongkaran sekolah ini dilakukan pasca kunjungan Mensos ke Sentra “Wyata Guna” di Bandung, termasuk ke SLBN A Pajajaran, pada Selasa (21/2) lalu. Mensos berkomitmen meningkatkan kualitas fasilitas kelas dan membangun kapasitas siswa di sekolah tersebut.
"Oke, gedung diperbaiki, ruangan ditambah, yang rusak diperbaiki. Kita selesaikan (renovasi sekolah ini). Apa yang bisa dikembangkan," kata Mensos belum lama ini.
Asah Kemandirian Siswa Penyandang Disabilitas
Pada kunjungan itu, Mensos Risma mempertimbangkan perkembangan siswa-siswi di SLBN A Pajajaran ke depannya, yang memerlukan pekerjaan setelah bersekolah sehingga Mensos mendirikan kafe dan sentra usaha untuk penyandang disabilitas.
“Seiring berjalannya waktu, dalam perkembangannya, anak-anak disabilitas yang sekolah di sini butuh pekerjaan. Akhirnya, kita buatkan kafe untuk tuna netra. Ada juga sentra usaha lainnya untuk disabilitas fisik, ODGJ, dan lainnya di sini,” kata Risma menjelaskan.
Kafe dan sentra usaha itu dapat digunakan sebagai wadah pembelajaran agar para penyandang disabilitas dapat berwirausaha secara mandiri untuk memenuhi kehidupannya sendiri.
Dikatakan Risma, tidak sedikit dari mereka yang kemudian mampu menghasilkan uang justru lebih banyak dibandingkan orang yang bukan penyandang disabilitas. Potensi ini yang coba dibangun oleh Kemensos di setiap sentra, seperti di Sentra “Wyata Guna” di Bandung.
Dalam hal ini, Kemensos terus mendorong kemandirian untuk para penyandang disabilitas, termasuk dalam hal pendidikan, hingga kemandiriannya, melalui sentra-sentra Kemensos yang bersifat multi layanan di seluruh Indonesia.
Load more