Denpasar, tvOnenews.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan, melarang bisnis baju bekas impor yang masuk ke Indonesia dari luar negeri, seperti thrifting.
Menurut Mendag Zulkifli Hasan, sesuai peraturan, hal yang dilarang adalah mendatangkan baju bekas dari negara-negara luar indonesia. Peraturan tersebut diatur oleh Kemendag RI sebagaimana tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2021.
Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan Baju bekas.
"Kalau ada Baju bekas itu ya apalagi impor kita larang, enggak boleh, silahkan saja kalau ada kami sita, kami basmi," ungkapnya.
Upaya mendag untuk membasmi pakai bekas sitaan, justru ditanggi berbeda oleh pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira, menurutnya lebih baik diberikan ke korban bencana alam dan orang miskin.
“Jangan langsung dimusnahkan, sementara banyak orang miskin tidak mampu beli baju,” katanya pula.
Sementara itu, terkait dilarangnya pakai bekas di Indonesia Bhima Yudistira mengusulkan kepada pemerintah agar memberikan kompensasi kepada pedagang pakaian bekas skala kecil dan mencari solusi supaya mereka bisa beralih menjual produk lokal pakaian jadi.
Mendag, Zulkifli Hasan
Upaya itu, kata dia, perlu dilakukan sebagai solusi kepada pedagang kecil karena transaksi pakaian bekas atau thrifting sudah ada di Tanah Air sejak 1990. Apalagi, pasar masih berminat membeli komoditas tersebut karena produk pakaian jadi lokal kurang bersaing baik dari segi kualitas dan harga.
Pemerintah, ujar dia lagi, bisa membantu menaikkan kualitas dan menekan biaya produksi pakaian jadi lokal dengan pembiayaan murah, pendampingan dan upaya promosi bersama.
Direktur Celios itu menambahkan, saat ini tingkat suku bunga industri tekstil yang sifatnya korporasi di atas 10 persen. Sedangkan bunga untuk UMKM bervariasi yakni ada di kisaran 15-30 persen per tahun.
“Bandingkan suku bunga pinjaman di China hanya 4-5 persen dan Vietnam 7-8 persen. Jadi sulit head to head karena bunga pinjaman dalam negeri mahal,” katanya pula.
Atas polemik tersebut, Pengamat ekonomi Universitas Pendidikan Nasional Denpasar, Bali, Prof Ida Bagus Raka Suardana mengusulkan. agar pemerintah mengenakan pajak penghasilan (PPh) melebihi ketentuan, terhadap omzet penjualan pakaian bekas.
“Bila perlu pajak ditinggikan agar bersaing dengan produk lokal,” kata Raka Suardana, di Denpasar, Senin.
Selain itu, ia mengusulkan agar pemerintah memeriksa legalitas usahanya.
Upaya itu dilakukan agar saat dilakukan penindakan tidak serta-merta hanya menyita dan memusnahkan pakaian bekas.
Adapun sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, PPh final sebesar 0,5 persen untuk wajib pajak tertentu yang memiliki peredaran bruto (omzet) maksimal Rp4,8 miliar setahun. (ant/mii)
Load more