Jakarta, tvOnenews.com - Polemik pengambilalihan tanah dan bangunan Hotel Sultan oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) masih menjadi perbincangan publik. Adapun lahan yang dimaksud berada di atas HGB Nomor 26/Gelora seluas 57.120 m2 dan HGB Nomor 27/Gelora seluas 83.666 m2 milik perusahaan di Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat dengan masa berlaku yang berakhir pada 3 Maret 2023 dan 3 April 2023.
Belum lama ini, beredar informasi pengakhiran HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora karena adanya Putusan Peninjauan Kembali (PK) ke 4. Putusan tersebut menyatakan tidak diterimanya Permohonan PK (4) dari PT Indobuildco terhadap Putusan PK (1) yang memenangkan pihak Setneg.
Merespons hal ini, Kuasa Hukum PT Indobuildco, Dr. Amir Syamsuddin dan Dr. Hamdan Zoelva membuka suara terkait detail putusan-putusan PK agar publik dapat memahami kasus ini secara utuh. Berikut penjelasan dari kuasa hukum PT Indobuildco:
Berikut adalah pernyataan kuasa hukum perusahaan:
STATUS HUKUM HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora MENURUT HUKUM
Sebagaimana kita tahu, publik disuguhkan informasi bahwa pengakhiran HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora dikarenakan adanya Putusan Peninjauan Kembali (PK) ke 4 yang menyatakan tidak diterimanya Permohonan PK (4) dari PT Indobuildco terhadap Putusan PK (1) yang memenangkan pihak Setneg. Untuk itu kami perlu menjelaskan lebih detail tentang putusan-putusan PK dimaksud agar publik bisa memahami dengan baik status HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora serta HPL No.1/Gelora.
Dalam kasus pidana, Dirut PT Indobuildco dan kuasa hukumnya serta Pejabat BPN didakwa melakukan perbuatan pidana karena melakukan perpanjangan HGB No.26/Gelora dan No.27/Gelora tanpa rekomendasi Setneg sebagai pemilik HPL No.1/Gelora. Dalam perkara pidana ini Dirut PT Indobuildco dan kuasanya diputus bebas sampai tingkat PK. Artinya tidak ada atau tidak terbukti perbuatan melawan hukum pidana yang dilakukan oleh keduanya.
Dengan kata lain, perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora adalah sah menurut hukum. Di lain pihak, putusan pidana sampai tingkat kasasi untuk pejabat BPN dianggap terbukti sehingga dihukum 3 tahun penjara. Namun kemudian, di tingkat peninjauan kembali, pejabat BPN tersebut juga diputus bebas. Artinya sama tidak ada atau tidak terbukti perbuatan pidana yang dilakukan oleh pejabat BPN tersebut di dalam mengesahkan perpanjangan HGB No.26/Gelora dan No.27/Gelora.
Dengan kata lain, Pejabat BPN tersebut dalam memberikan perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pertanahan.
Sementara itu, dalam perkara perdata, PT Indobuildco menggugat perdata atas terbitnya SK BPN tentang HPL No.1/Gelora yang "secara paksa" memasukkan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora ke dalam HPL No.1/Gelora.
Dalam perkara ini, pihak Setneg melakukan gugatan balik (rekonpensi) atas terbitnya perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora. Putusan Pengadilan sampai tingkat kasasi memenangkan PT Indobuildco, namun di tingkat peninjauan kembali (1), gugatan PT Indobuildco ditolak seluruhnya sementara gugatan rekonpensi Setneg dikabulkan sebagian dengan alasan adanya bukti ad-informandum berupa putusan kasasi dalam perkara pidana yang menghukum pejabat BPN selama 3 tahun penjara. Pejabat BPN dianggap terbukti bersalah melakukan perpanjangan HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora tanpa menggunakan rekomendasi Setneg sebagai pemilik HPL No.1/Gelora.
Putusan PK (1) tersebut memutuskan hal yang tidak dituntut (ultra petita) yaitu mengesahkan SK BPN tentang HPL No.1/Gelora, serta mengabulkan gugatan Rekonpensi untuk sebagian yakni menghukum PT Indobuildco untuk membayar royalti. Adapun tuntutan Setneg dalam rekonpensi agar membatalkan perpanjangan HGB No.26/Gelora dan No.27/Gelora tidak dikabulkan. Oleh karena dalam PK (1) perdata, Setneg menggunakan Putusan Kasasi Pidana Pejabat BPN (ad informandum) untuk memenangkan sebagian gugatan rekonpensinya, maka PT Indobuildco juga menggunakan Putusan bebas Pejabat BPN tersebut di tingkat PK untuk mengajukan upaya hukum PK (4), namun PK (4) tidak diterima dengan alasan tidak ada pertentangan putusan PK pidana dengan putusan PK perdata.
Tentu saja hal ini perlu dipertanyakan karena Mahkamah Agung menjadi tidak konsisten di satu sisi mengabulkan sebagian gugatan rekonpensi Setneg pada saat PK (1) dengan menggunakan putusan kasasi pidana dari Pejabat BPN sebagai pertimbangan, tetapi di sisi lain Mahkamah Agung menolak ketika PT Indobuildco mengajukan PK (4) dengan alasan adanya pertentangan Putusan PK (1) dalam perkara perdata dengan putusan bebas dalam perkara pidana di tingkat PK dari Pejabat BPN yang bersangkutan. Padahal kita semua tahu putusan PK (1) perdata telah kehilangan pijakan hukumnya ketika adanya putusan bebas perkara pidana di tingkat Peninjauan Kembali dari Pejabat BPN tersebut.
Namun, terlepas dengan adanya pertentangan antara putusan tersebut, dari seluruh penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa status HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora adalah sah menurut hukum karena tidak ada satupun putusan pengadilan inkrah yang menyatakan tidak sah. HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora adalah hak atas tanah yang diberikan oleh UUPA berdasarkan konstitusi negara, sedangkan HPL (HPL No.1/Gelora) bukan hak atas tanah tetapi hak penguasaan/PENGELOLAAN yang diberikan berdasarkan SK Menteri Agraria jo.
Keppres, sehingga ketika HGB tersebut dihadapkan dengan HPL maka status HGB lebih kuat/tinggi dari HPL. Dengan demikian sekalipun, putusan PK (1) menyatakan SK Pemberian HPL No.1/Gelora sah tetapi tidak bisa menghapus apalagi mengakhiri status hukum HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora. Artinya, secara formal keberadaan SK Pemberian HPL No.1/Gelora an.Setneg tetap sah kecuali terkait HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora. Hal itu dikarenakan menurut Hukum Tanah Nasional, jika ada pemberian HPL kepada Setneg, tidak serta merta menghapus seluruh hak pihak lain yang melekat di atas tanah sebelum adanya HPL tersebut. Oleh karena itu jelas PT. Indobuildco berhak untuk memperpanjang atau memperbarui HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.(chm)
Load more