Bandung, Jawa Barat - Polda Jawa Barat menetapkan delapan tersangka kasus pinjaman online atau pinjol ilegal yang berkantor di Yogyakarta. Para tersangka ini dijerat pasal berlapis, mulai dari UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hingga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat kini masih mengejar founder atau pemodal dari perusahaan pinjol ilegal tersebut.
"Sejumlah tersangka dari hasil penangkapan di Yogyakarta, dan ada yang dari hasil pengembangan, seperti yang kemarin kami amankan di Jakarta," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi Adrimulan di Polda Jabar, Kamis (21/10/2021).
Ia mengatakan delapan tersangka ini memiliki peran yang berbeda-beda dalam perusahaan pinjol ini mulai dari direktur sampai dengan debt collector.
Para tersangka ini ditangkap hasil dari penangkapan dan pengembangan kasus di wilayah Sleman, DI Yogyakarta.
Delapan tersangka ini telah melakukan pengancaman dan penagihan terhadap korbannya dengan cara ancaman dan pemerasan. Mereka juga melakukan tindakan TPPU atau tindak pidana pencucian uang.
Dalam operasionalnya, mereka mengajukan satu aplikasi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun saat praktek mereka memanfaatkan 23 aplikasi pinjol ilegal untuk menjerat korban.
Para tersangka ini dikenakan pasal berlapis, seperti pasal 8 ayat 2 tentang ITE ilegal akses dengan ancaman hukuman penjara 9 tahun dan denda Rp 3 miliar, pasal 50 tentang UU ITE fasilitasi tindak pidana ancaman kurungan 10 tahun dan denda Rp 10 m, pasal 45 b tentang pengancaman hukuman kurungan 4 tahun dan denda Rp 750 juta, pasal 62 ayat 1 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman 5 tahun dan denda Rp 2 miliar, pasal 2 ayat 1 tentang tindak pidana pencucian uang ancaman penjara 4 tahun, dan pasal KUHP 368 tentang pemerasan ancaman hukum 9 tahun.
Pengungkapan kasus ini, menurut Erdi berdasarkan laporan salah satu korban ke Polda Jawa Barat. Korban mengaku meminjam dari pinjol tersebut namun harus mengembalikan dalam jumlah berkali lipat. Tak hanya itu, korban juga merasa diteror melalui pesan elektronik mapun telepon yang berisi ancaman. Korban mengalami gangguan psikis akibat teror tersebut bahkan sempat di rawat di rumah sakit.
"Selama Maret 2021 sampai bulan ini sudah ada sebanyak 37 laporan aduan warga yang merasakan kerugian dengan adanya tindakan tak terpuji ini," katanya. (Jhon Hendra/ito)
Load more