Bandung, Jawa Barat - Aturan baru yang mewajibkan calon penumpang pesawat menunjukkan hasil negatif polymerase chain reaction atau PCR, dianggap merepotkan dan bikin ribet. Hal itu diungkapkan calon penumpang pesawat di Bandara Husein Sastra Negara, Bandung, Jawa Barat.
Harga PCR yang berkisar Rp495 ribu bagi satu calon penumpang dianggap terlalu mahal. Harga ini juga di terapkan kepada anak berusia dua belas tahun ke bawah.
Namun, meski mahal, masyarakat terpaksa mengikuti aturan baru itu. Sebab, sertifikat vaksin yang sebelumnya menjadi syarat, kini sudah tidak berlaku lagi.
"Kan saya tujuannya mau merantau, jadi harus minta surat keterangan dari RT sama RW, terus udah gitu langsung PCR," kata Yuyun (20) yang ingin terbang ke Medan.
Dia merasa syarat baru ini memberatkannya.
"Untuk harga PCR-nya dewasa sama anak 490 ribu, ya, harapan nya sih pengen bebas kaya dulu lagi biar gak ribet. Soalnya kan yang lain masih banyak yang mau ke luar kota," ujar Yuyun.
Hal serupa dirasakan oleh Riki (41) penumpang pesawat jurusan Bandung (BDO)-Kualanamu (KNO). Aturan wajib PCR menurutnya merepotkan bagi calon penumpang yang mesti menempuh perjalanan darurat seperti dia.
"Kebijakan ini memberatkan ya, apalagi penumpang yang akan berangkat karena kondisi darurat atau urgent seperti saya. Sekarang calon penumpang yang memiliki hasil negatif tes antigen saja sudah tidak berlaku, padahal dalam pelaksanaan dan hasilnya antara antigen dan PCR itu kan hampir sama, mirip, enggak jauh beda kan. Tapi kenapa ditolak hasil antigennya," ujar Riki.
Sementara itu, pihak Bandara Husein Sastra Negara menerapkan tarif batas atas untuk tes PCR.
"Kalo berdasarkan tracking penerbangan terakhir Kita sudah mencatat 1947 penumpang baik yang datang maupun berangkat. Kita juga menyediakan tempat untuk PCR di bandara dengan harga Rp495 ribu. Sedangkan untuk tes antigen Rp85 ribu," ujar Executive General Manager (EGM) Bandara Husein R Iwan Winaya Mahdar.
Aturan wajib menunjukkan hasil negatif test PCR penumpang pesawat tertuang dalam surat edaran nomor 88 tahun 2021 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan. (Asep Barbara/act)
Load more