Jakarta, tvOnenews.com - Setiap Hari Buruh Internasional atau May Day tiba, tahanan politik Belanda di Boven Digul merayakannya bak menghadapi lebaran. Seperti diceritakan Mas Marco Kartodikromo, jurnalis pelopor dalam buku Pergaulan Orang Buangan di Boven Digoel, ratusan interniran menyambut May Day dengan sukacita.
Kaum buangan di gulag pemerintah kolonial Belanda merayakan Hari Buruh Internasional dengan menggelar pentas aneka kesenian. Seluruh kegiatan warga binaan di Tanah Merah ditampilkan pada hari bersejarah bagi kaum kiri di seluruh dunia. Pentas gamelan, musik jazz, barongan, liongan, kepanduan, wayang orang, silat, dipentaskan bersamaan.
Penampil dan penontonnya adalah ratusan tapol yang dikirim pemerintah kolonual Belanda setelah pemberontakan pertama Partai Komunis Indonesia yang gagal pada 1926.
Mas Marco yang ikut dalam gelombang pertama tapol yang dibuang ke Boven Digul akibat tulisan tulizan kritisnya pada pemerintah kolonial, menuliskan reportase perayaan May Day kaum Digulis dengan basah.
"Pada 1 Mei 1928 orang orang itu mengadakan perayaan untuk memperingati Hari Buruh tanggal 1 Mei dan menyelenggarakan berbagai pertunjukan seperti gamelan, musik, barongan, liongan," tulis Marco.
Salah satu pentas yang paling mendapatkan sambutan adalah gamelan yang dibesut seniman Pontjopangrawit. Seperti ditulis dalam buku Gamelan Digul di Balik Sosok Seorang Pejuang karya Margaret J Kartomi, bekas abdi dalem pengrawit pada Keraton Surakarta ini membuat gamelan dengan alat alat seadanya yang kini disebut Gamelan Digul.
Pontjopangrawit membuat bonang dari kaleng kaleng susu, rebab dibikin dari kaleng sarden dan kulit binatang, gong gedhe kemodong dibentuk dari periuk tanah besar. Hebatnya, saat dibunyikan gamelan ini memiliki suara cukup baik dan dapat mengiringi lagu Internasionale, lagu kebangsaan kaum buruh sedunia.
Kebetulan saat perayaan May Day pada 1928 bersamaan dengan kedatangan Kapal Segah yang membawa 98 tapol baru dari Surabaya, Jawa Timur. Lagu Internasionale yang diiringi Gamelan Digul dikumandangkan menyambut warga binaan baru.
Akibat penyambutan yang gegap gempita ini, tapol yang baru tiba harus dijemur di tanah lapang seharian, diminta berjalan jongkok lalu dimasukan ke gudang gabah. Pemerintah kolonial juga menghukum sejumlah insiator perayaan May day termasuk Pontjopangrawit. (bwo)
Load more