Jakarta, tvOnenews.com - Reformasi hukum tentang penerapan hukuman mati di Indonesia dan Malaysia menunjukkan bahwa Asia Tenggara dapat dan harus mengubah pendekatannya dalam menghukum kejahatan dan bergerak menuju penghapusan hukuman mati, kata Amnesty International Indonesia dan Amnesty International Malaysia hari ini dalam peluncuran laporan global Amnesty International tentang Hukuman Mati dan Eksekusi pada tahun 2022.
Malaysia tetap menjalankan moratorium resmi eksekusi pada tahun 2022, namun pengadilan masih menjatuhkan vonis setidaknya 16 hukuman mati baru, termasuk untuk pelanggaran terkait narkoba.
Namun, langkah penting menuju penghapusan hukuman mati di Malaysia terjadi setelah rancangan undang-undang tentang penghapusan hukuman mati wajib diadopsi di Parlemen pada bulan Maret dan April 2023.
“Asia Tenggara mengalami peningkatan yang mengkhawatirkan dalam eksekusi mati pada tahun 2022, tetapi keputusan Malaysia untuk menghapus hukuman mati wajib dan menetapkan proses hukuman ulang bagi mereka yang berstatus terpidana mati membawa harapan bahwa pendekatan yang lebih progresif dan manusiawi terhadap peradilan pidana dapat menjadi kenyataan di kawasan ini,” kata Katrina Jorene Maliamauv, Direktur Eksekutif Amnesty International Malaysia.
“Pengadopsian undang-undang bersejarah ini oleh Parlemen Malaysia dilakukan setelah bertahun-tahun berkampanye untuk meningkatkan kesadaran akan dampak hukuman mati terhadap mereka terdampak, dan masyarakat secara keseluruhan. RUU tersebut merupakan langkah penting dalam perjalanan negara kami menuju penghapusan hukuman mati – itu tidak boleh menjadi yang terakhir.”
Grasi dan reformasi hukuman mati di Indonesia
Pada tahun 2022, Indonesia terus mencatat jumlah putusan hukuman mati yang tergolong tinggi, yaitu 112 vonis –dua angka lebih sedikit dibanding tahun 2021.
Presiden Indonesia Joko Widodo, kendati demikian, memberikan grasi yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada Merri Utami, seorang perempuan yang telah memiliki cucu dan mantan pekerja rumah tangga yang menerima vonis hukuman mati karena kasus narkoba pada tahun 2002.
Pada 29 Juli 2016, eksekusi atas Merri tidak jadi dilaksanakan pada menit-menit akhir, dan beberapa hari sebelumnya dia mengajukan permohonan grasi kepada Presiden. Merri tetap berstatus terpidana mati hingga akhirnya menerima grasi Jokowi pada 13 Maret 2023.
“Keputusan Presiden Jokowi untuk memberikan pengampunan kepada Merri Utami dan meringankan hukumannya setelah menghabiskan lebih dari 20 tahun menunggu eksekusi mati harus menjadi momen penting bagi Indonesia. Pihak berwenang harus mengikuti tindakan tersebut dengan meringankan hukuman bagi semua terpidana hukuman mati yang masih menunggu eksekusi dalam kondisi yang memprihatinkan,” kata Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia.
Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia yang baru diadopsi, yang akan mulai berlaku pada tahun 2026, juga memberlakukan kemungkinan keringanan hukuman setelah jangka waktu sepuluh tahun jika terpidana hukuman mati tetap berperilaku baik sesuai aturan yang berlaku.
“Setelah mereformasi KUHP, Indonesia tidak boleh melewatkan kesempatan ini untuk secara signifikan mengurangi pemberlakuan hukuman mati setelah bertahun-tahun mencapai angka yang sangat tinggi."
Namun langkah ini masih belum cukup. Sudah saatnya pemerintah untuk mengumumkan moratorium resmi eksekusi mati dan sepenuhnya menghapus hukuman mati, demi mengakhiri penderitaan setidaknya 452 terpidana hukuman mati, yang sering menderita dalam isolasi selama bertahun-tahun, bahkan ada yang hingga puluhan tahun,” kata Usman Hamid.
Meningkatnya eksekusi di kawasan
Pada tahun 2022, junta militer di Myanmar melakukan eksekusi pertama di negara itu dalam empat dekade, secara sewenang-wenang merenggut nyawa empat orang, termasuk dua politisi oposisi terkenal setelah persidangan yang sangat tidak adil dan rahasia.
Eksekusi juga dilanjutkan setelah jeda dari tahun 2020 hingga 2021 di Singapura, sehingga jumlah total negara yang diketahui telah melakukan eksekusi di Asia Tenggara menjadi tiga, termasuk Vietnam di mana angkanya masih dirahasiakan.
Jumlah hukuman mati baru yang tercatat di Asia Tenggara meningkat sebesar 10%, dari 345 pada tahun 2021 menjadi 381 pada tahun 2022. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh fakta bahwa pihak berwenang Thailand membagikan angka hukuman mati baru yang dijatuhkan oleh pengadilan pertama, kepada Amnesty International, sesuatu yang tidak terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Hukuman mati dijatuhkan di sana untuk pelanggaran termasuk perdagangan narkoba, yang tidak memenuhi ambang batas “kejahatan paling serius” yang dapat dikenakan hukuman mati berdasarkan hukum internasional.
“Menghapus sepenuhnya hukuman mati akan menunjukkan komitmen pemerintah Malaysia dan Indonesia terhadap hak asasi manusia dan menjadi contoh kepemimpinan yang dibutuhkan untuk hak-hak manusia di kawasan. Kedua negara harus segera mengganti semua hukuman mati yang masih berlaku sebagai langkah selanjutnya demi menghapus hukuman mati sepenuhnya,” kata Katrina Jorene Maliamauv.
Latar belakang
Hukuman mati adalah hukuman paling kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Amnesty International menentang hukuman mati dalam semua kasus tanpa kecuali – terlepas dari siapa yang dituduh, sifat atau keadaan kejahatan, kesalahan atau ketidakbersalahan atau metode eksekusi.(chm)
Load more