Jakarta, tvOnenews.com-Prahara Mei 1998 membuat ekonomi Indonesia seperti gelembung sabun, meletus tanpa bekas. Rupiah melemah. Inflasi membumbung, utang pemerintah membengkak, dunia usaha dirundung kredit macet ratusan triliun, hampir 70 bank ditutup pemerintah, sisanya dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
Beleid ekonomi yang disorongkan Dana Moneter Internasional (IMF) lewat Direktur Pelaksana IMF, Michael Camdessus (dengan foto yang ikonik, camdessus bersedekap seperti mesias, menyaksikan Presiden ke-2 Soeharto terbungkuk bungkuk meneken surat kesepakatan) untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis justru mempercepat kejatuhan ekonomi: masyarakat menarik dana besar besaran dari perbankan (rush).
Kondisi ini diperparah dengan amuk Jakarta pada 14 Mei 1998 yang menghanguskan 501 kantor bank dan 220 ATM di sejumlah tempat. Akibatnya, pada 14 dan 15 Mei sejumlah bank tidak bisa beroperasi dan BI meniadakan kliring. Baru pada Senin, 18 Mei 1998 keadaan kembali normal.
Pada wartawan, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita sebelum menemui Presiden ke-2 RI Soeharto di Cendana, mengumumkan paling tidak ada lima ratus satuan usaha yang terdampak kerusuhan. Jika satu usaha menyerap sepuluh karyawan, ada 50 ribu pengangguran baru akibat amuk massa 13-14 Mei 1998.
Bahan pokok juga tiba tiba hilang dari pasar. Susu formula untuk bayi dan sembako, dua kebutuhan dasar yang paling susah dicari masyarakat. Agaknya, rakyat yang panik memutuskan membeli kebutuhan pokok berlebihan. Menperindag Bob Hasan memang minta warga tidak memborong kebutuhan sehari hari di pasar. Namun, kondisi terlanjur chaos, warga tetap membeli kebutuhan pokok secara berlebihan.
Sementara itu, Menteri Pertambangan Kuntoro Mangkusubroto mengumumkan sulitnya menjamin pasokan BBM karena sejumlah pompa bensin di Jakarta dirusak massa. Antrean mencari BBM terjadi di mana-mana. Kondisi ekonomi melorot ke titik nadir seperti tak ada harapan.
Melihat tak ada harapan pemulihan dalam waktu cepat, warga negara asing berbondong bondong meninggalkan Jakarta. Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memerintahkan 8000 warganya di Jakarta segera meninggalkan Indonesia. Bahkan, juru bicara Kedutaan Amerika Serikat mengupayakan alternative transportasi ketika penerbangan komersial tak mampu mengevakuasi warganya.
Pemerintah Jerman melarang warganya bepergian ke Indonesia. Larangan senada juga dikeluarkan dari pemerintah Taiwan, China, Australia dan Indonesia. (bwo/dari berbagai sumber)
Load more