“Pandemi Covid-19 sangat memukul kami (pengusaha bus wisata). Setelah tempat-tempat wisata ditutup, praktis semua bus pariwisata yang saya miliki tidak bisa berjalan,” keluh Soegiharto, Rabu (3/11/2021).
Sebelum pandemi Covid-19, dengan sebelas bus pariwisata yang dimilikinya, soegiharto mengaku mampu mendapatkan penghasilan hingga Rp200 juta per bulan. Namun, kini tak ada pemasukan karena tidak adanya order perjalanan wisata.
Padahal per bulan Soegiharto harus membayar angsuran kredit pembelian bus kepada leasing dan perbankan sebesar Rp150 jutaan. Karena tak mampu membayar angsuran kredit, Soegiharto terpaksa menjual enam dari sebelas bus yang dimilikinya.
Dari enam bus yang dijual, Soegiharto mengaku mengalami kerugian miliaran rupiah karena busnya hanya laku terjual di bawah harga pasaran. Sementara untuk mengurangi beban pengeluaran, sebanyak tiga puluh lima karyawannya terpaksa dirumahkan.
“Masih ada 6 bus saya yang mengangsur ke leasing dan bank, sehingga mau tidak mau satu per satu bus saya jual untuk mengangsur angsuran di leasing dan bank. Bus yang kita jual awalnya kita beli 1,4 miliar ada yang 1,6 miliar, itu kemarin hanya laku Rp700 juta, ada juga yang laku Rp650 juta,” kata Soegiharto.
Agar usahanya tidak gulung tikar, Soegiharto meminta penundaan angsuran kredit kepada perbankan dan leasing hingga bus pariwisata bisa beroperasi secara normal. Soegiharto mengaku tahun ini sudah mengajukan program keringanan atau restrukturisasi kredit pada leasing terkait, tetapi belum dapat respon apapun.
“Kita sudah mengirim surat ke pemerintah yang menangani relaksasi ini. Namun hingga saat ini, leasing dan perbankan tersebut tidak memberikan relaksasi,” pungkasnya.
Load more