Jakarta, tvOnenews.com - Gugatan ribuan calon apoteker ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Di mana sebelumnya diketahui, gugatan ribuan calon apoteker itu dilayangkan karena tak lulus pelaksanaan Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI).
Hal itu diungkapkan oleh Kuasa Hukum Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Yunus Adhi Prabowo kepada awak media, Jumat (6/2/2023). Kemudian, dia katakan, pada tanggal 31 Mei 2022 Putusan PTUN Jakarta atas putusan 436/G/2022/PTUN.JKT hakim menyatakan gugatan para penggugat tidak diterima dan dinyatakan batal atau tidak sah.
Hal ini berdasarkan surat Keputusan Ketua Komite Farmasi Nasional No. KT.05.02/KF/332/2020 tentang Panitia Nasional Uji Kompetensi Tenaga Kefarmasian Indonesia Periode 2020-2023 tertanggal 22 Juli 2020.
Kemudian Yunus Adhi Prabowo mengatakan pada prinsipnya mahasiswa calon apoteker yang tidak lulus UKAI dan melayangkan gugatan terhadap Menkes adalah hak penggugat.
“Kami sampaikan bahwa IAI harus melindungi anggotanya yang lulus karena mulai tahun 2017 semenjak PN UKAI I sampai dengan PN UKAI XII tahun 2022 total peserta yang sudah lulus sebanyak 46,906 orang,” ujarnya, kepada media, Jumat (2/6/2023).
“Sehingga untuk melindungi produk hukum berkaitan dengan perizinan dan legalitas apoteker yang telah lulus dan menjadi apoteker, tugas kami harus melindungi para anggota, untuk itu kami memohon kepada Majelis Hakim sebagai Tergugat Intervensi, hal itu berdasarkan Pasal 83 UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata usaha Negara,” lanjutnya.
Berdasarkan bukti daftar peserta Uji Kompetensi Apoteker Indonesia Periode XII Juli 2022, daftar peserta secara transparan sejumlah 6.216 peserta, yang mengikuti ujian yang lulus nilai batas lulus (NBL) adalah 4.743 peserta sedang yang tidak lulus adalah 1.473 peserta tidak lulus, dari statistik juga terlihat yang lulus lebih banyak daripada yang tidak lulus.
Sementara, Ketua IAI, Noffendri Roestam menegaskan uji kompetensi apoteker ini bukan lah kegiatan yang mengada-ada dan tanpa dasar, sehingga pemerintah merasa perlu mengintervensi untuk mengatasi kendala-kendala internal.
“Pada sektor kesehatan kendala internal, yaitu lambatnya pergerakan perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang dapat menjamin keselamatan pasien (patient safety),” jelas dia.
Kemudian pada tatanan global, adanya kebutuhan mengantisipasi dampak MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) sehingga mengharuskan setiap lulusan tenaga kesehatan mampu bersaing dengan tenaga kesehatan dari negara lain dalam dunia kerja.
“Bayangkan jika profesi apoteker yang mengurus kefarmasian diisi oleh orang yangtidak kompeten dalam menjalankan pekerjaannya, pasti banyak yang salah diberi obat sampai nyawa melayang bahkan bisa juga lulus namun tidak mengerti mengenai pekerjaannya,” pungkas dia. (agr/aag)
Load more