Cendana juga selalu riuh dengan upacara upacara tradisi Jawa. Paling sering adalah tumpengan untuk merayakan hari ulang tahun perkawinan, lalu upacara pitonan (turun tanah) cucu-cucu Soeharto.
Sesekali ada upacara selapanan (35 hari kelahiran dan pemberian nama). Soeharto menyebut acara acara semacam itu penting untuk mengenalkan "akar" keluarga pada seluruh anak dan cucunya. Biasanya, saat saat semacam itu, Soeharto akan memberi pemahaman tentang perhitungan kalender Jawa pada anak dan cucu. Setelah pemotongan tumpeng, keluarga akan menyanyikan lagu "Panem Bromo", nyanyian tradisional Jawa berisi puji bagi keselamatan orang yang merayakan.
Soeharto kerap menggelar acara berlatar tradisi Jawa untuk mengenalkan akar keluarga pada anak dan cucu (Foto: Soeharto.co)
Di Cendana, Soeharto juga mengaku senang memasak. Ia mengaku diam diam belajar membuat masakan Jepang yang digemari anak dan cucu. Namun, Soeharto tetap paling menyukai sayur lodeh, ikan bakar dan belut goreng buatan istrinya. Biasanya saat malam Minggu acara makan makan akan dilanjutkan dengan memutar film di halaman belakang rumahnya.
Sesekali Soeharto mengundang teman temannya saat kecil ke Cendana. Lewat camat Wuryantoro dan lurah saya meminta agar didatangkan, Kamin dan Warikun, sahabatnya saat masih remaja. Pada Soeharto, Kamin bercerita bermimpi bertemu dengan singa besar, dan ternyata ia dipanggil oleh Presiden. Soeharto, Mereka bercerita kerap naik sepeda ke sekolah. Mereka kerap tak bisa melanjutkan bersepeda karena pedesaan mereka merupakan pegunungan. Biasanya sepeda lalu dititipkan di sebuah rumah Janda di utara sekolah. "Kalau begini terus, saya tak sanggup. Saa besok tak masuk Min," ujar Soeharto saat itu pada Kamin. Soeharto, Kamin dan Kamsiri lalu tertawa bersama di Jalan Cendana.(bwo)
Load more