Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD berikan pesan menohok soal proses seleksi atau rekrutmen penegak hukum. Ia bilang bahwasanya proses itu tidak boleh berdasarkan 'pesanan'.
Menurut Mahfud, jika jabatan penegak hukum berdasarkan pesanan orang dalam, maka akan merusak internal lembaga tersebut. Selain itu, dia katakan, proses seleksi yang demikian hanya akan mengurangi kualitas sumber daya manusia (SDM) lembaga negara tersebut.
"Proses seleksi atau rekrutmen jabatan-jabatan publik harus diperketat, tidak boleh berdasarkan pesanan, terutama untuk lembaga-lembaga penegak hukum," tutur Mahfud di Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (11/6/2023).
Mulanya, Mahfud membahas terkait maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di berbagai lembaga negara yang kini menjadi musuh bangsa Indonesia sejak reformasi 1998.
Mulai dari praktik kolusi, menurut Mahfud dapat menyebabkan praktik-praktik korupsi dan nepotisme terus terjadi berulang.
"Dulu kita melakukan reformasi tahun 98, musuh kita KKN, korupsi, kolusi dan nepotisme yang pada saat itu saling berkait. Korupsi dibangun melalui kolusi. Kolusi dibangun melalui nepotisme. Nepotisme dibangun oleh korupsi juga dan seterusnya," jelas Mahfud.
Untuk itu, Mahfud mengajak masyarakat agar konsisten memerangi KKN. Ia mengungkapkan bahwa adanya upaya pelemahan kekuatan justru dari dalam internal lembaga itu sendiri.
"Di berbagai struktur lembaga pemerintahan sekarang banyak penyusup-penyusup yang justru melemahkan, bukan menguatkan," kata dia.
Ia berpesan kepada para pejabat publik agar tidak menutup mata terkait adanya upaya-upaya pelemahan lembaga negara tersebut.
"Jangan kita terlena dan menutup mata dengan upaya pelemahan struktur dari dalam. Sekali lagi, jangan kita terlena dan menutup mata dengan upaya pelemahan struktur dari dalam," pungkas Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan, untuk memberantas praktik KKN tersebut, negara membentuk lembaga-lembaga pengawas yang baru.
"Misalnya DPR kita data, tidak boleh ada lagi DPR yang diangkat tanpa ikut pemilihan. Karena DPR itu pengawas," kata dia.
"Lalu di bidang penegakan hukum kita membuat Komisi Yudisial untuk awasi hakim. Menyelesaikan sengketa. Lalu membentuk KPK, Komnas HAM yang tadinya di bawah Presiden menjadi lembaga negara," tambahnya.
Selain itu, kata Mahfud, negara juga menghadirkan lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) untuk mencegah adanya pembungkaman dari para pelaku tindak pidana.
"Dibentuk LPSK, lembaga perlindungan saksi & korban, karena korupsi dan kolusi seringkali diskriminasi orang yang mau melapor, mau menjadi saksi, memaksa orang untuk diam, bahkan didiamkan," ungkap dia. (rpi/aag)
Load more