Sleman, DIY - Dalam beberapa hari terakhir publik dikagetkan dengan peristiwa kecelakaan di jalan tol yang merenggut korban jiwa.
Pada hari yang sama, mobil yang ditumpangi rombongan Fakultas Peternakan UGM terlibat kecelakaan di Tol Cipali Kilometer 133 sekitar pukul 01.00 WIB. Akibat kejadian ini, Dekan I Gede Suparta Budisatria meninggal dunia.
Dua peristiwa tersebut menimbulkan tanda tanya besar terkait penyebab seringnya terjadi kecelakaan di jalur bebas hambatan.
Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM, Iwan Puja Riyadi menyebut sedikitnya ada empat faktor yang menjadi penyebab kecelakaan di jalan tol. Selain faktor pengemudi, ada faktor lain yang tak kalah penting yakni faktor kendaraan, faktor lingkungan jalan dan faktor cuaca.
"Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antarfaktor," katanya dalam keterangan resmi UGM yang diterima tvOnenews.com, Sabtu (06/11/2021).
Faktor pengemudi, menurut Iwan, bisa terjadi karena kondisi pengemudi mengantuk, tidak fokus, kelelahan, menyetir di bawah pengaruh alkohol dan narkoba, atau menyetir sambil melihat gawai.
Selain itu kesalahan juga bisa terjadi karena pengemudi yang belum fasih menyetir, ataupun salah bereaksi saat menyetir seperti panik atau reaksi yang terlalu lambat.
"Hal yang penting adalah mengutamakan konsentrasi penuh sang pengemudi sebelum berkendara," ucapnya.
Dijelaskan Iwan, seorang pengemudi yang berkendara di jalan bebas hambatan harus mampu mengontrol laju kendaraannya. Sebab selama ini banyak kecelakaan terjadi lantaran pengemudi melajukan mobilnya melebihi batas kecepatan yang diperbolehkan sehingga kehilangan kendali.
Meskipun melaju di jalan bebas hambatan, bukan berarti seorang pengemudi bisa bebas melajukan kendaraannya melampaui batas kecepatan yang telah ditentukan.
"Batasan tersebut tentunya sudah melalui perhitungan agar aman saat dilintasi kendaraan. Jalan tol merupakan jalan bebas hambatan dan bukan jalan di mana pengemudi dengan bebas memacu kecepatan," jelasnya.
Pengendara, kata Iwan, juga harus bisa menyesuaikan kecepatan kendaraan dengan lajur yang dipilih dan menggunakan lajur sesuai peruntukannya.
Pengemudi juga harus mampu memperkirakan sekaligus menjaga jarak aman dengan kendaraan lain agar bisa menghindar jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan di depannya.
Selain faktor pengemudi, lanjut Iwan, faktor kendaraan seperti kondisi mesin, rem, lampu, ban, dan muatan juga bisa menjadi penyebab kecelakaan. Demikian juga faktor cuaca berupa kondisi hujan, kabut, atau asap.
Sementara faktor lingkungan jalan juga dapat menjadi faktor lain terjadinya kecelakaan di jalan tol. Diantaranya, desain jalan seperti median, gradien, alinyemen, dan jenis permukaan ataupun kontrol lalu lintas seperti marka, Rabu, dan lampu lalu lintas.
"Konsep desain jalan berkeselamatan adalah bahwa seluruh sistem lalu lintas jalan disesuaikan dengan keterbatasan atau kemampuan manusia sebagai pengguna jalan. Tujuannya untuk mencegah terjadinya tabrakan yang melibatkan elemen infrastruktur jalan," bebernya.
Lebih lanjut Iwan menjelaskan, ada beberapa aspek yang bisa dilakukan untuk mengurangi banyaknya kecelakaan di jalan tol. Diantaranya aspek rekayasa, aspek pendidikan, dan aspek hukum.
Pada aspek rekayasa dapat dilakukan dengan penyediaan dan pengembangan tempat istirahat, pemeliharaan jalan dan prasarananya, pemasangan rumble stripe, merapatkan jarak antar guide post, pemasangan marka dan warning light atau lampu flip-flop, pemasangan rambu hingga pembatasan kecepatan.
Namun di luar itu semua, aspek pendidikan dengan memperbaiki perilaku pengendara menjadi hal paling penting karena penyebab utama kecelakaan adalah manusia.
"Ujian keterampilan harus dilakukan di lapangan dan mengerti arti dari rambu-rambu lalu lintas. Surat Izin Mengemudi (SIM) hanya diberikan kepada orang yang benar-benar mampu dan terampil serta santun dalam mengendarai kendaraan, umur sesuai dengan ketentuan, dan kesehatan yang prima," pungkasnya. (Andri Prasetiyo/Buz).
Load more