"Dalam setiap rapat tersebut, terdakwa Johnny menerima laporan pekerjaan yang isinya melaporkan bahwa pekerjaan penyediaan infrastruktur mengalami keterlambatan/Deviasi (penyimpangan) minus rata-rata (-40 persen) dan dikategorikan sebagai kontrak kritis," kata Jaksa di ruang sidang Prof Muhammad Hatta Ali di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (27/6/2023).
Namun begitu, meski sudah mengetahui kontrak tidak berjalan dengan baik, Johnny tetap menyetujui usulan atau langkah-langkah yang dilakukan Anang untuk menggunakan instrumen Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 184/PMK.05/2021 (PMK 184/2021) yaitu membayarkan pekerjaan 100 persen dengan jaminan Bank Garansi dan memberikan perpanjangan pekerjaan sampai dengan 31 Maret 2022.
Padahal, tidak memperhitungkan kemampuan penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan. Dari sini lah, negara disinyalir merugi karena tetap mengeluarkan uang yang dibayarkan ke perusahaan Anang dan tidak ada hasil kerjanya.
Sebab, Johnny memaksakan proyek BTS Bakti Kominfo ini berjalan terus. Dalam kasus dugaan korupsi ini, Kejagung juga telah menetapkan beberapa tersangka lain. Yaitu Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia tahun 2020; dan Mukti Ali (MA) dari PT Huawei Technology Investment.
Kemudian, Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitchmedia Synergy; Windi Purnama (WP) orang kepercayaan Irwan; Serta, Direktur PT Basis Utama Prima (BUP), Muhammad Yusrizki.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut nilai kerugian keuangan negara akibat kasus korupsi BTS Kominfo ini mencapai Rp 8 triliun. (rpi/aag)
Load more