“Penindasan untuk hal-hal dasar makan. Di sana kok sulit sekali ya untuk berkontribusi segi pemikiran gitu. Saya pernah mengusulkan untuk menghadirkan kantin kecil untuk di gedung pembelajaran, karena anak dalam masa pertumbuhan itu kan banyak makannya. Tapi itu mental tidak diterima,” jelasnya.
Bahkan, ia beberkan, saat masa Covid-19, para siswa kesulitan untku makan, sehingga banyak yang kekurangan gizi.
“Masa-masa pandemi Covid-19 itu ,diberlakukan lockdown di sana. Kami para orang tua akhirnya mengalami fase tidak bisa memberikan makanan ke sana, tapi di sana pun asupan makanan itu tidak terpenuhi juga,” kata Leny Siregar.
Bahkan, dia akui, untuk mengunjungi kantin ternyata sangat dibatasi untuk para santri Al Zaytun.
“Kalau ke kantin itu harus ada yang mewakili, izinnya setengah mati. Padahal di kantin tersedia makanan banyak tapi sangat sulit untuk bisa ke kantin. Keluar asrama itu izinnya sangat sulit harus ada perwakilan. Sedangkan perwakilan tidak membawa makanan sebanyak yang dibutuhkan anak-anak di asrama,” jelas Leny.
“Sempat periksakan (kesehatan anak) dan dikatakan kurang gizi,” sambungnya. (rka/aag)
Load more