tvOnenews.com - Salah satu ahli forensik terbaik di Indonesia yakni dr Sumy Hastry Purwanti berbicara soal kasus yang beberapa bulan lalu sempat menggegerkan dan menghebohkan masyarakat Indonesia terkait pembunuhan berencana Brigadir J oleh Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo divonis hukum mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tuduhan pembunuhan berencana Brigadir J.
Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati yang jauh lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman penjara seumur hidup.
Di sisi lain, sang istri Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara dimana hukuman itu juga lebih tinggi dari tuntutan dari JPU yang menuntut 8 tahun penjara.
Namun jauh sebelum persidangan dan penjatuhan vonis terhadap Ferdy Sambo, jenazah dari Brigadir J sempat dilakukan ekshumasi untuk kembali di autopsi, demi mendapatkan kebenaran tentang luka yang terdapat pada tubuh korban.
Dalam kasus ini bahkan Brigadir J sampai harus dilakukan autopsi sebanyak dua kali untuk mencari kebenaran, dengan melakukan ekshumasi terlebih dahulu.
Terkait hasil autopsi yang dilakukan kepada Brigadir J, ada satu hal janggal yang sempat membuat publik terheran ketika bagian organ tubuh yakni Otak berada di perut atau dada korban.
Terkait hal tersebut, dalam sebuah kesempatan ahli forensik dr Sumy Hastry Purwanti akhirnya menjawab pertanyaan dari publik itu.
Pada kesempatan tersebut, dr Hastry mengaku kalau dirinya ikut prihatin dengan kejadian tersebut, bahkan ia merasa kasihan kepada dokter forensik yang bertugas di kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Sebab, menurut dr Hastry sebagai seorang dokter forensik harus segera dan tidak dapat menunda melakukan autopsi terhadap jenazah yang terburu-buru oleh waktu.
Hal tersebut karena jenazah yang pengerjaan autopsi tertunda akan semakin sulit karena tubuh korban akan semakin membesar setiap harinya.
“Kita kan kerja sewaktu-waktu dan pas jamnya kita kan tidak bisa menunda autopsi, karena apa berburu sama waktu kematian. Kalau semakin lama semakin susah semakin busuk. Nanti bingung ini dipukulin kah, ada kekerasan kah, ada memar kah, ada luka tembak apa seperti itu makanya segeralah dilakukan Dan saya yakin mereka kerja dengan baik dan benar,” ungkap dr Sumy Hastry Purwanti dalam tayangan Youtube VIVA.CO.ID
Dalam wawancara tersebut, dr Hastry menjawab terkait luka penganiayaan seperti yang dibicarakan oleh publik ternyata bukan lah dari sebuah penganiayaan.
Beliau mengatakan kalau luka tersebut terjadi saat proses autopsi karena harus mengambil beberapa tindakan.
Sehingga luka tersebut muncul bukanlah karena hasil penganiayaan, melainkan karena proses saat autopsi dan pasca autopsi.
“itu memang luka pas autopsi atau pasca autopsi, karena ada tindakan untuk mengambil peluru yang di dalam tubuh tindakan untuk memasukkan selang formalin karena jenazah Mau dibawa keluar Pulau harus diawetkan,” ujarnya.
Ketika proses autopsi, sempat beredar kabar kalau beberapa organ tubuh dari Brigadir J berada tidak pada tempat yang semestinya.
Salah satunya adalah saat ditemukan otak Brigadir J yang justru terletak di dalam perut Brigadir J.
Untuk itu, Kombes. Pol. Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F., mengklarifikasi info yang beredar.
Sebab, informasi tersebut sempat memicu spekulasi dimana beredar kabar kalau selain ditembak hingga tewas, Brigadir J juga dianiaya hingga beberapa organnya tidak lagi berada di tempat yang tepat.
“Jadi, memang, di dunia forensik, kalau kita udah buka kepala, kita awetkan. Kita pikir pasti nanti dibuka wajahnya, kalau ditaruh di rongga kepala, ada formalin, kan pedes semua. Makanya (otak) kita taruh di bagian dada atau perut,” jelasnya.
Ahli forensik pertama di Asia ini menambahkan yang terpenting semua organnya telah dikembalikan kedalam tubuhnya.
“Yang penting (semua organnya) ada. Karena, kalau (kepala) nggak bisa nutup, nanti merembes formalin nya. Itu kan direndam formalin,” katanya.
Ia juga mengatakan kalau seluruh proses yang dilakukan oleh dokter forensik saat melakukan autopsi dimaksudkan untuk mempermudah anggota keluarga agar dapat memastikan kondisi jenazah.
Namun, dokter forensik yang melakukan autopsi jenazah Brigadir J, tidak menemukan luka akibat terjadinya penganiayaan, hanya adanya luka bekas tembak. (kmr/ind/akg)
Load more