tvonenews.com - Salah satu nama yang berpengaruh dalam sejarah Indonesia adalah Soeharto, dengan julukan The Smiling Jenderal.
Soeharto, yang merupakan Presiden Republik Indonesia ke-2 ini memiliki sejarah panjang dalam militer dan politik bangsa Indonesia.
Sosok Jenderal TNI yang diduga terlibat dalam kasus pemberontakan G30S/PKI 1965 menjadi sosok yang paling disorot pada saat itu.
Dulu Ditempeleng Ahmad Yani, Sampai Dipecat AH Nasution, Soeharto Tak Lama Kemudian Malah Jadi Penguasa, Langsung Balas Dendam?. Source: kolase tim tvOnenews
Dilansir Selasa (25/07/23) dari berbagai sumber, berikut adalah kisah Soeharto yang dulu pernah ditempeleng Ahmad Yani sampai dipecat AH Nasution, hingga akhirnya berkuasa.
Soeharto pernah menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ABRI merangkap Menteri Pertahanan dengan pangkat Jenderal (1968—1973).
Soeharto merupakan salah satu Jenderal TNI yang selamat, saat beberapa Jenderal menjadi korban pada tragedi lubang buaya.
Namun banyak pertanyaan mengapa pasukan Cakrabirawa tidak menjadikan Soeharto yang sebagai target dalam tragedi lubang buaya?
Soebandrio yang merupakan mantan Wakil Perdana Menteri Indonesia era tahun 1960-an, kemudian menerbitkan memoar berjudul 'Kesaksianku Tentang G30S' pada tahun 2000 silam.
Soebandrio berbicara dalam buku tersebut soal Soeharto, dimana ia menuding Soeharto lah yang justru telah melakukan kudeta secara gerilya terhadap kekuasaan Soekarno, Presiden Republik Indonesia kala itu.
Menurut Soebandrio, Soeharto memiliki rekam jejak buruk jauh sebelum terjadinya peristiwa G30S/PKI.
Salah satu rekam jejak buruk Soeharto yaitu, pertama ia menjalin relasi dengan penguasa Tionghoa Liem Sioe Liong dan Bob Hasan saat dirinya bertugas di Divisi Diponegoro.
Soebandrio juga menyebutkan bahwa, orang-orang tersebut menjalankan bisnis penyelundupan berbagai barang dari luar dan dalam negeri.
Kabar tersebut kemudian sampai ke banyak telinga hingga terdengar oleh Jenderal Ahmad Yani. Mendengar bahwa Soeharto terlibat dalam hal tersebut, kabarnya Jenderal Ahmad Yani naik pitam.
Soebandrio menyebutkan, dalam suatu waktu, Jenderal Ahmad Yani bahkan sampai menempeleng Soeharto.
Ahmad Yani berujar, dalam keterangan Soebandrio bahwa saat itu Soeharto dianggap telah mempermalukan korps Angkatan Darat (AD).
Bahkan tak hanya Jenderal Ahmad Yani, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal AH Nasution yang saat itu menjabat, juga dikabarkan pernah memecat Soeharto sebagai Pangdam Diponegoro secara tidak hormat.
Soeharto kala itu dianggap telah menggunakan institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah menurut keterangan Soebandrio.
“Sebagai penguasa perang, saya merasa ada wewenang mengambil keputusan darurat untuk kepentingan rakyat, ialah dengan barter gula dengan beras. Saya tugasi Bob Hasan melaksanakan barter ke Singapura, dengan catatan; beras harus datang lebih dahulu ke Semarang,” menurut pengakuan Soeharto dalam Buku berjudul Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya (1989).
Namun kala itu Soeharto diselamatkan oleh Mayjend Gatot Subroto. Menurutnya, Soeharto masih bisa dibina dan diselamatkan agar kembali ke jalur yang benar.
Soeharto kemudian dimasukkan dalam sekolah di Seskoad di Bandung, hingga kemudian Soeharto bisa naik ke tangga kekuasaan.
Setelah itu, justru nasib Jenderal AH Nasution merana dan mengkhawatirkan, setelah Soeharto berkuasa dan menjabat sebagai Presiden RI kedua.
Karier seorang Jenderal AH Nasution semakin meredup selepas menjadi Ketua MPRS dan melantik Soeharto sebagai Presiden kedua Republik Indonesia.
Pada masa Orde Baru, Jenderal AH Nasution bahkan nyaris tak kebagian jabatan dalam mengurus negara, justru ia malah dicekal orba.
Bahkan dalam beberapa acara kenegaraan yang dihadiri Presiden Soeharto, AH Nasution tidak boleh kelihatan batang hidungnya.
Fasilitas seperti mobil Holden Priemer lungsuran dari Hankam yang dipakai Nasution pun ikut ditarik dari kediamannya.
Naasnya, sampai akhir hayat, Jenderal AH Nasution hidup dalam keterpurukan dimana ia tidak bisa mewariskan harta kekayaan pada keluarganya.
Rumahnya yang berada di Jalan Teuku Umar, Jakarta, tampak kusam, dan tak pernah direnovasi hingga bahkan kabarnya kesulitan untuk mendapat air bersih.
(udn)
Load more