Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Pusat, Arsjad Rasjid (Pemohon I) menggugat PT Krama Yudha (Persero) sebesar Rp 700 Milyar di peradilan niaga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Pihak yang digugat adalah Rozita Binte Puteh (Termohon I), Ery Rizly Bin Ekarasja Putra Said (Termohon II) dan Hesti Nurmalasari (Termohon III). Ketiganya dianggap bertanggung jawab atas utang sebesar sekitar Rp700 Miliar.
Arsjad tidak sendiri. Ada tiga Pemohon lain, yakni, Said Perdana Bin Abubakar Said (Pemohon II), Indra P Said (Pemohon III) dan Daud Kai Rizal (Pemohon III). Namun, sebenarnya, empat Pemohon dan tiga Termohon tersebut, bukan para pihak yang menandatangani akta perjanjian nomor 78 di tahun 1998 atau 25 tahun lalu tersebut.
Para pihak ini hanya sebagai ahli waris dari yang menandatangani akta 78. Pemohon I, mewakili Alm Makmunar Rasjid, pemohon II mewakili Almh Abi Hasan Said, Pemohon III mewakili Almh Nuni Asmuni Said dan Pemohon IV mewakili Almh Srikandi Dja’far Said.
Menurut Arsjad dan lainnya, Rozita dan Ery adalah istri dan anak dari Alm Eka Rasja Putra Said (anak Alm. Sjarnobi). Hesti juga dibawa-dibawa menjadi Termohon III lantaran Arsjad dan lainnya mengganggap Hesti adalah istri kedua Alm Eka, padahal Rozita dan Ery saat ini sedang berhadap-hadapan di pengadilan dengan Hesti dalam perkara lain karena tidak mengakui Hesti sebagai istri kedua Alm. Eka.
Para pihak yang terkait dalam Akta 78 ini semuanya sudah meninggal dunia. Srikandi, Nuni dan Abi adalah saudara kandung Sjarnobi sedangkan Makmunar adalah rekan karib Sjarnobi. Saat Sjarnobi meninggal dunia, kendali PT Krama Yudha dilanjutkan putranya, Eka, yang kemuduan meninggal dunia pada September 2022. Selanjutnya perseroan dijalankan para profesional.
Pada 25 Juli 2023, muncullah gugatan PKPU Arsjad dan tiga pemohon lainnya. Mereka mendaftarkannya melalui peradilan niaga di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan nomor perkara PKPU NO. 226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA. JKT.PST. Sidang perdana kasus ini pun telah dilangsungkan pada Rabu (9/8/2023) lalu di PN Jakarta Pusat. Dalam permohonan PKPU-nya mereka meminta Rozita, Ery dan Hesty bertanggung jawb atas permohonan Rp700 Miliar ini dan harus membayarnya kepada Arsjad dan lainnya.
RIWAYAT AKTA 78
Apa yang telah terjadi? Di masa lalu, Sjarnobi membangun PT Krama Yudha (Persero) dan berhasil. Karena perusahaan maju dan sukses, Sjarnobi ingin ‘berbagi’ rejeki dengan tiga saudara kandungnya; Srikandi, Nuni dan Abi. Ia juga berbagi dengan sahabat karibnya, Makmunar.
Untuk membuktikan keseriusannya Sjarnobi melakukan perjanjian di hadapan notaris SP Henny Singgih pada 20 April 1998, hingga lahirlah akta notaris nomor 78 (akta 78). Akta ditandatangani Sjarnobi sebagai pihak I dan Srikandi, Nuni, Abi dan Makmunar sebagai pihak II.
Isi akta 78 antara lain, Sjarnobi siap memberikan bonus sebesar 18 % dari keuntungan bersih PT Krama Yudha kepada Srikandi, Nuni, Abi dan Makmunar. Namun akta tidak menyebutkan berapa besaran nilai bonusnya. Akta 78 juga menyebutkan, bonus diberikan saat perseroan memiliki keuntungan dan selama Sjarnobi, masih menjadi pemegang saham mayoritas.
Pada periode ini, 1998-2001, pemberian bonus terwujud, namun pada 13 April 2001, Sjarnobi meninggal dunia. Itu berarti, sebagaimana kesepakatan dalam akta 78, tidak ada lagi pemberian bonus.
Syarat lain dalam akta 78 tersebut adalah pemberian bonus bersifat sukarela (tidak ada timbal-balik), tidak wajib atau atas dasar kemurahan hati Sjarnobi, namun diusahakan setiap tahun (tidak ada penentuan waktu). Karena atas dasar sukarela, maka secara hukum disebut naturlijke verbintenis (perikatan wajar/bebas/alamiah), tidak dapat dituntut pelaksanaannya di pengadilan sesuai pasal 1359 ayat (2) KUHPerdata.
Akta 78 juga menjelaskan, Srikandi, Nuni, Abi dan Makmunar, tidak diperkenankan melihat pembukuan perseroan, sebab keempatnya bukan pemegang saham. Rozita, Ery dan Termohon III juga dikategorikan sebagai keturunan kedua dan ketiga dari pihak pertama yang sama sekali tidak mengetahui akta 78 tersebut, sehingga secara hukum, tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas akta tersebut.
Fakta juga mengemuka bahwa para Pemohon maupun para Termohon, belum pernah tercatat sebagai direksi, komisaris dan pemegang saham PT Krama Yudha dan oleh karena itu, tidak ada yang mengetahui pembukuan perseroan, sesuai tuntutan Arsjad dan lainnya.
Rozita dan Ery juga berpendapat, permohonan Arsjad dan lainnya telah kedaluwarsa. Seturut pasal 210 UU 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, menyatakan, batas permohonan PKPU adalah 90 hari sejak meninggalnya pewaris. Sjarnobi meninggal 13 April 2001 dan Eka meninggal 16 September 2022. Jika dihitung sampai 25 Juli 2023 saat permohonan PKPU diajukan Arsjad dan lainnya, telah melewati 312 hari.
“Syarat dikabulkannya PKPU berdasarkan Pasal 222 ayat (1) dan (3) jo Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 adalah adanya utang yang dapat dibuktikan secara sederhana, sedangkan dalam perkara ini Termohon PKPU I dan II tidak mengetahui. Mereka juga tidak menandatangani akta 78 yang menjadi dasar utang. Masalah lain adalah sedang ada sengketa antara Termohon I, II di satu pihak, melawan Termohon III di pihak lain. Para Termohon ini harus menunggu putusan pengadilan siapa yang berhak menjadi ahli waris,” papar Kuasa Hukum Termohon I dan II, Damianus Renjaan, S.H., M.H.
Pihak Rozita dan Ery berharap majelis hakim bisa menangani perkara PKPU ini dengan profesional. “Apalagi klien kami sebagai ahli waris generasi ketiga dari para pembuat perjanjian adalah warga negara asing. Mereka butuh kepastian dan perlindungan hukum yang layak,” pungkas Damianus dengan penuh harap.(ebs)
Load more