Jakarta, tvOnenews.com - Kondisi DKI Jakarta semakin miris. Pasalnya, saat ini kualiatas udara Jakarta semakin memburuk. Berdasarkan data IQAir, pada Senin (14/8/2023), bahwa Jakarta menempati posisi ketiga sebagai kota paling berpolusi di dunia dengan Indeks Kualitas Udara (AQI) sebesar 153.
Bahkan ironinya, pada Kamis (10/8/2023) Indonesia menempati posisi pertama sebagai negara paling berpolusi dengan AQI mencapai 186. Angka ini menunjukan bahwa kualitas udara di Indonesia memasuki fase kritis atau tidak sehat.
Menyikapi fenomena ini, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengimbau agar warga Jakarta menggunakan masker dan beralih ke transportasi listrik yang disubsidi oleh pemerintah.
“Berdasarkan pengamatan oleh KLHK dan kajian singkatnya juga kami mengumpulkan data-data sejak tahun 2018 sampai saat ini, Mei, Juni, Juli, Agustus, kualitas udaranya kalau dilihat dari konsentrasi pencemar dari PM2,5 yaitu patikular dengan ukuran lebih kecil atau sama dengan 2,5 mikrometer,” ucap Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Luckmi Purwandari di acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Senin (14/8/2023).
Selain gas emisi, penyebab lain peningkatan konsentrasi pencemar udara di Jakarta juga disebabkan karena musim kemarau yang meniupkan angin muson timur (angin musiman yang bertiup dari arah timur) yang membawa udara kering. Kemudian, aktivitas manusia juga ikut mempengaruhi tingkat polusi udara.
“Itu kondisinya meningkat sekitar Mei, Juni, Juli, Agustus setiap tahunnya karena musim kemarau bertiup angin muson timur yang membawa udara kering, posisinya seperti itu terbukti tahun 2020. Tapi, ketika covid itu landai, artinya aktivitas manusia juga mempengaruhi kualitas udara,” kata Luckmi Purwandari.
Menyikapi kondisi ini, KLHK dan pemerintah kota dengan beberapa kabupaten bersama menguatkan komitmen dalam mengurangi emisi penyebab polusi udara.
“Kemarin kita bersama-sama dengan pemerintah provinsi Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Juga kabupaten kota di bodetabek ada 8 kabupaten sudah komitmen untuk meningkatkan lagi perbaikan kualitas udaranya,” ucap Luckmi.
Sambungnya menjelaskan, upaya pertama yang dilakukan adalah dengan mengadakan uji emisi akbar sekaligus menyediakan portal uji emisi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat. KLHK juga memberikan akses umum bagi masyarakat untuk dapat mengetahui kondisi udara di Jakarta.
Ilustrasi Polusi Udara
“Saat ini yang Juni kemarin kita sudah melakukan uji emisi Akbar di semua lokasi ini, itu gratis loh ya, yang kedua kita launching aplikasi uji emisi ‘Si Umi’ yang bisa dipakai oleh semua kapitan kota sehingga warga akan mudah melakukan uji emisinya,“ pungkasnya.
“yang ketiga, kita sudah melakukan pelatihan pemerintah daerah pada bengkel dan sebagainya untuk melakukan pelatihan uji emisi,” sambungnya menjelaskan.
Selain itu, dia juga katakan, bahwa masyarakat perlu diedukasi terkait penilaian indeks kualitas udara ini. Bahkan, yang dicantumkan terkait kondisi kualitas udara oleh lembaga tertentu, perlu diperhatikan setiap negara memiliki indikasi sesuai dengan kondisi negara dalam menentukan atau menilai kualitas udara.
“Saya lihat di media sosial itu 30 kali kadang 1,6 kali gitu, ternyata setelah saya lihat, konsentrasi tahunan tapi yang didata yang dipakai untuk perbandingannya adalah data sesaat.” bebernya
“Quality guideline yang tadi ditentukan berdasarkan kajian yang mendalam dipengaruhi oleh kondisi topografi, meteorologi, geografis, dan juga teknologi dan ekonomi suatu negara. Semua negara boleh membuat sendiri dan ada namanya tahapan," sambungnya menjelaskan.
Tak hanya itu saja, Luckmi Purwandari juga menjelaskan penyebab peningkatan polusi saat ini terindikasi dengan peningkatan konsentrasi pencemar jenis PM2,5, yaitu jenis pencemar yang ukurannya lebih kecil atau sama dengan 2,5 mikrometer.
Gas emisi yang dihasilkan kendaraan menjadi penyumbang polusi terbesar hingga 75% polusi udara. (ann/aag)
Load more