Jakarta, tvOnenews.com - Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bakti Elvano Hatorangan mengatakan terdapat penyimpangan penghitungan denda yang diterima negara soal proyek BTS 4G Bakti Kominfo 2020-2022.
Hal itu diungkapkan Elvano ketika menjadi saksi untuk terdakwa Johnny G Plate, Anang Achmad Latif, dan Yohan Suryanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Menurutnya, denda yang seharusnya diterima negara sebesar Rp346 miliar, tetapi hanya Rp87 miliar yang diserahkan.
"Dari surat edaran PPKM yang diterbitkan dari pemerintah daerah, kemudian kita menyimpulkan bahwa ada hari yang tidak bisa dimasuki, tidak bisa dilakukan pekerjaan. Jadi, itu menjadi hari pengurang dendanya," kata Elvano.
Hakim Ketua Fahzal Hendri lantas menegaskan soal aturan pengurangan denda tersebut apakah menyalahi aturan kontrak para konsorsium atau tidak.
Menurut Elvano, pengurangan denda itu jelas menyimpang dari kontrak.
"Menyimpang Yang Mulia," sahut Elvano.
Setelah mendengar kesaksian tersebut, Hakim Fahzal lantas mencecar saksi yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) tidak bekerja dengan baik.
Hakim Fahzal menyinggung soal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang sengaja dimainkan terkait kontrak kerja.
"Banyak sekali kalau ditelusuri banyak sekali kerja kamu ini yang nggak benar. Kontrak itu ditandatangani untuk disepakati, Pak sama dengan Undang-undang (UU) juga kontrak. Itu yang fakta dalam hukum namanya, Pasal 13, 38 Kitab UUD hukum perdata," tandas Hakim Fahzal.
"Perjanjain yang dibuat oleh para pihak merupakan UU bagi mereka yang membuatnya. Itu lho pak, itu dalam lingkup perdata. Saudara nggak paham itu? Tanda tangan diubah-unah, didenda pun dimainkan, itu lho pak nggak sesuai, bertentangan dengan UU," imbuhnya.(lpk)
Load more