Kolak ini isinya pisang kepok, yang jika orang Jawa bilang ben kapok (supaya kapok) sehingga bertobat.
“Kemudian ketan merupakan sajian yang diharapkan dapat mempererat hubungan sesama manusia. Ini terlihat dari ketan yang lengket sehingga menyimbolkan hubungan yang erat antar sesama. Jadi dengan menyantap 3 kuliner ini, kita diingatkan untuk mengatur hubungan secara vertikal maupun horizontal. Leluhur memang memberikan nasihat penuh dengan perumpamaan. Itu supaya mudah diingat dan tidak dilupakan” tambahnya.
Wahyu Christina S.S,. M.M - Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian Kota Surakarta memaparkan, “Solo menjadi kota yang didatangi banyak tamu yang khusus untuk menikmati kuliner lokalnya. Saat ini jumlah UMKM Kuliner di Solo berjumlah 26,13% atau setara dengan 3.127 pelaku UMKM.
Untuk itu kami menyadari bahwa kuliner Solo begitu kaya dan menjadi identitas kota yang penting untuk di kembangkan sejalan dengan program 17 Titik Prioritas Kota Solo. Solo dikenal akan varian pangan lokal yang beragam dan terkenal akan masakan yang disukai para raja dengan harga terjangkau.
Sebagai bentuk dukungan untuk para pelaku UMKM Kuliner Solo, kami memiliki fasilitas dan pendampingan UMKM Kuliner dalam hal legalitas (ijin edar PIRT, BPOM dan sertifikasi halal). Kami juga mengelola kuliner Solo dengan berbagai aktivitas seperti festival kuliner khas Solo, sebagai bentuk promosi karena makanan khas Solo tidak kalah dari makanan yang sedang diminati masyarakat
dan juga lebih sehat. Kami berharap dari acara hari ini, bisa memberikan wawasan atau referensi kuliner di Kota Solo kepada masyarakat luas.”
Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, PhD - Pakar Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor menyampaikan, “Pola makan bergizi seimbang akan memberikan tubuh Anda asupan makronutrien dan mikronutrien yang lengkap. Ini merupakan kunci dalam menjaga kesehatan dan menghindari permasalahan gizi keluarga. Konsumsi gizi seimbang dengan menggunakan bahan alami yang didapat dari alam bisa juga dengan memanfaatkan pangan lokal, dan ini merupakan langkah awal untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi harían tersebut secara berkelanjutan.
Disisi lain, tantangan pemenuhan gizi yang seimbang juga terjadi karena kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia yang kurang sehat seperti konsumsi makanan minim gizi atau hanya tinggi kalori saja seperti fast food. Padahal dengan kekayaan pangan yang diolah menjadi sebuah kuliner sesuai dengan karakter suatu daerah, membuat Indonesia memiliki beragam cita rasa lokal yang membuat keunikannya tidak kalah dengan makanan internasional. Seperti halnya pangan di kota Solo yang juga bergizi seperti Tengkleng, Nasi Liwet, Timlo, dsb.”
Load more