Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD bertemu dan berdialog dengan para korban pelanggaran HAM yang Berat yang sebagian besar adalah eks Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) luar negeri. Pertemuan berlangsung di Amsterdam, Belanda pada Minggu (27/8).
Menko Mahfud bersama Menkumham Yasonna Laoli menjelaskan tentang kebijakan pemerintah tentang pemulihan hak korban peristiwa 1965-1966 dan kebijakan kemudahan imigrasi untuk para eks Mahid.
Tidak hanya korban dan eks Mahid di Belanda, mereka juga banyak datang khusus dari Jerman dan negara-negara sekitar untuk menghadiri pertemuan di gedung pertemuan De Schakel, Amsterdam. Selain pertemuan tatap muka, banyak juga yang hadir secara daring.
Eks Mahid adalah Mahasiswa Ikatan Dinas Indonesia di era Presiden Soekarno, sekitar tahun 1960-an, yang dikirim ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan.
Ketika mereka sedang berada di luar negeri, terjadi peristiwa G30S yang kemudian diikuti dengan pergantian pemerintahan. Banyak di antara mereka yang dicabut paspornya, sehingga menjadi stateless, terdampar dan terpaksa menetap di luar negeri.
Menko Mahfud dalam pertemuan hadir bersama Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dan Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda, Mayerfas.
Menko Polhukam menjelaskan tentang langkah pemerintah, yang diatur dalam Inpres No. 2 Tahun 2023, tentang pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat, terkait eks Mahid adalah memulihkan hak korban atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat pada peristiwa 1965-1966.
“Berdasarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2023, para korban yang telah diverifikasi dapat berkunjung ke Indonesia dengan lebih mudah. Para korban diberikan kemudahan dalam mendapatkan layanan keimigrasian untuk berkunjung ke Indonesia,” ujar Mahfud MD.
Menkumham Yasonna kemudian menjelaskan pelaksanaan konkret dari Inpres tersebut yaitu, Keputusan Menkumham No M.HH-05.GR.01.01 Tahun 2023 tentang Layanan Keimigrasian Bagi Korban Peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat yang dikeluarkan 11 Agustus 2023.
Makad dengan aturan yang sudah ada ini, eks Mahid dan para korban pelanggaran pelanggaran HAM berat di masa lalu yang berada di luar negeri bisa mendapatkan layanan pengurusan visa, izin tinggal, dan izin masuk kembali secara gratis.
Salah seorang korban, Sri Tunruang, yang sehari-hari dipanggil ibu Ning, mengucapkan terimakasih dan mengapresiasi langkah perintah Presiden untuk pembaruan pelajaran sejarah untuk anak sekolah, dan juga menyampaikan aspirasi untuk mewujudkan dwi kewarganegaraan untuk para eksil.
Ratna dari Watch 65, perhimpunan yang fokus pada persoalan eksil kasus 1965, mengapresiasi langkah penting hak-hak konstitusional untuk para eksil kini bisa pulang.
Ia juga menyampaikan bahwa perlu adanya upaya untuk menghilangkan stigma orang yang dianggap komunis, pengkhianat negara, dan menginginkan perlunya menghapus TAP MPRS No.25 tahun 1966, dan memperbaiki meluruskan sejarah 1965.
"Selain pemulihan hak, yang dialami oleh para eksil adalah soal stigma bagaimana orang yang dianggap pengkhianat negara. Stigma ini mengkriminalisasi para eksil dan keturunannya. Kalau tidak diperbaiki stigma itu akan terus ada," ujar Ratna.
Sungkono, yang pada 1962 dikirim oleh pemerintah Indonesia untuk belajar Teknik Permesinan Universitas Persahabatan Bangsa-bangsa di Moskow, menyampaikan harapan agar penyelesaian masalah HAM berat ini bisa sesuai dengan janji pemerintah, bahwa usaha untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat ini bisa secara adil, secara independen, dan tuntas.
"Ini saya anggap sebagai suatu kesempatan sejarah dan penting bagi bangsa Indonesia. Saya sambut betul, ini baik sekali. Independen artinya pelaksana program ini di bawah pimpinan pak Menko Polhukam ini tidak terikat kepada tuntutan pihak-pihak tertentu," kata Sungkono.
Pada pertemuan tersebut juga, untuk pertama kalinya, Menko Polhukam dan Menkumham secara simbolis memberikan dokumen visa izin masuk kembali kepada salah seorang eks Mahid, Sri Tunruang.
Hadir juga pada pertemuan dengan para eks Mahid, Sesmenko Polhukam, Deputi Bidang Penegakan Hukum Kemenko Polhukam, Staf Khusus Menko Polhukam, Sekjen Kemenkumham, staf khusus Menkumham, Direktur Izin Tinggal Imigrasi Kemenkumham, Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Masa Lalu (PPHAM), dan Perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). (aag)
Load more