Jakarta, tvOnenews.com - Dalam rangka membuka wawasan umum dan pengetahuan yang luas mengenai dunia kelegislatifan dikalangan mahasiswa di Yogyakarta, serta menciptakan legislator muda yang berjiwa bela negara, DPM KM UPN “Veteran” Yogyakarta, menyelenggarakan Program Sekolah Legislasi bertemakan “Kampus Bela Negara: Membangun Semangat Legislator Muda Untuk Indonesia Yang Kuat” Tahun 2023.
Acara ini dihadiri oleh delegasi organisasi mahasiswa (ORMAWA) dari beberapa perwakilan universitas di Yogyakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Dr. Drs. Karjono S.H., M.Hum., memberikan paparan tentang “Etika Legislator Muda Dalam Mewujudkan Bela Negara”. Beliau menekankan pentingnya Etika dan integritas, kedisiplinan, serta tanggung jawab sebagai bagian dari etika legislator muda.
Karjono memperkenalkan Salam Pancasila yang digagas Presiden ke-5 Republik Indonesia, selaku Ketua Dewan Pengarah BPIP Prof. Dr. (HC). Hj. Megawati Soekarnoputri. Salam Pancasila diadopsi dari pekik "Merdeka" yang ditetapkan oleh Bung Karno melalui Maklumat 31 Agustus 1945.
“Sejatinya Salam Pancasila merupakan Salam Kebangsaan yang menyatukan,” jelasnya saat memberikan paparan pada Sabtu (16/09/2023).
"Lebih baik menjadi orang yang tidak pinter tapi bener, daripada orang pinter tapi tidak bener, karena akan lebih membahayakan negeri ini,” pengetahuan dan kecerdasan tanpa disertai integritas, etika, dan moralitas yang baik dapat menjadi bumerang bagi individu dan masyarakat, serta bangsa dan negara," lanjutnya.
Menurutnya, seorang Legislator didefinisikan sebagai individu yang memiliki peran penting dalam pembuatan Undang-Undang, sering juga disebut sebagai anggota Dewan Legislatif.
“Dalam konteks Bela Negara merupakan sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya serta merupakan cermin dari patriotisme seseorang, kelompok, atau semua komponen dalam suatu negara," jelasnya.
Karjono menambahkan bahwa Bela Negara bukan sekadar semangat kebangsaan, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk menjaga kedaulatan, keamanan, dan kesejahteraan negara.
Ia sempat menggambarkan kondisi berat yang dihadapi oleh Indonesia di era digital global saat ini. Beliau menyoroti bagaimana arus budaya dari berbagai negara seperti Amerika, Eropa, Korea, Arab, dan Timur Tengah, serta berkembangnya aliran ekstrim kanan dan ekstrim kiri yang memanfaatkan isu-isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) sebagai alat untuk memecah belah bangsa Indonesia.
Ia juga memberikan contoh peran generasi milenial dalam memberikan semangat bela negara, yaitu dengan menekankan pentingnya menolak hoaks dan ujaran kebencian di media sosial, hidup dalam toleransi, melestarikan budaya, mendukung produk lokal, berprestasi di tingkat internasional, dan menjaga nama baik bangsa dan negara.
Karjono juga mengungkapkan keprihatinannya bahwa setelah 25 tahun pasca reformasi, masih ada yang muncul pernyataan di media sosial yang ingin berkiblat Ideologi lain dengan mengadopsi ideologi yang mirip dengan yang diterapkan di Afghanistan dan Suriah.
Beliau menekankan, "Negara-negara tersebut hanya memiliki satu agama, enam suku atau kurang dari sepuluh, namun terpecah belah, bahkan negaranya hilang atau bubar, sementara Indonesia, dengan keragaman suku, ras, dan agama, tetap teguh berdiri karena memiliki Ideologi Pancasila sebagai perekat yang kuat." Karena "Bhineka Tunggal Ika" dan jiwa gotong royong serta toleransi.
Tidak lupa, Karjono memberikan contoh peran generasi milenial dalam memberikan semangat bela negara, yaitu dengan menekankan pentingnya menolak hoaks dan ujaran kebencian di sosial media, hidup dalam toleransi, melestarikan budaya, mendukung produk lokal, berprestasi di tingkat internasional, dan menjaga nama baik bangsa dan negara.
Pesan ini mencerminkan komitmen untuk membangun Indonesia yang lebih baik dan kuat serta menegaskan bahwa generasi milenial memiliki peran kunci dalam mewujudkannya.
Selain itu, Karjono juga menjelaskan bahwa setelah reformasi, ada beberapa aspek yang mengalami pelemahan, dan salah satu yang sangat mencolok adalah di dunia pendidikan, di mana mata ajar dan mata kuliah Pancasila telah dihilangkan.
Di sisi lain lembaga yang menangani ideologi Pancasila turut dinonaktifkan. "Misalnya, MPR II 1978 tentang Eka Pancakarsa atau P4 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kemudian satu tahun setelahnya Lembaga BP7 dibubarkan, dan yang sangat memprihatinkan adalah penggantian Undang-Undang Sisdiknas dengan UU 20 tahun 2023 tentang Sisdiknas yang menghilangkan mata ajar atau mata kuliah Pancasila. Ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan,
"Perubahan-perubahan ini memiliki dampak yang signifikan bagi generasi muda seperti adek-adek mahasiswa saat ini," tegasnya lagi.
Selain itu ia juga menjelaskan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai lembaga yang memiliki mandat dari Perpres no. 7 Tahun 2018 telah melakukan berbagai upaya Pembinaan Ideologi Pancasila.
“Salah satu inisiatif penting BPIP dan Kemendikbud Ristek telah menerbitkan 15 buku ajar Pendidikan Pancasila mulai dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi, Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan," jelasnya.
Sebagai penutup, Karjono mengingatkan "terakhir saya mengingatkan, bahwa Pancasila adalah fondasi yang kuat bagi negara kita, dan Bela Negara adalah wujud nyata kita melindungi dan mempertahankan nilai-nilai Pancasila. Keduanya tak terpisahkan dalam membangun negara yang demokratis dan bersatu,” jelasnya.
Keduanya tak terpisahkan dalam membangun negara yang demokratis dan bersatu, mengingat Pancasila telah terbukti mampu menyatukan bangsa sejak kelahirannya 1 Juni 1945, dan menjadi landasan konsensus bagi negara yang demokratis. (hms)
Load more