tvOnenews.com - Kisruh di Pulau Rempang kini masih terus bergulir dan menjadi perbincangan hangat di masyarakat yang mengundang komentar dari berbagai macam tokoh.
Mulai dari tokoh politik hingga tokoh agama ikut menyoroti polemik yang sedang terjadi di Pulau Rempang.
Tak terkecuali Mardigu Wowiek atau juga biasa dikenal sebagai Bossman Mardigu, yang turut menyikapi persoalan di Pulau Rempang, terutama menyoroti sikap pemerintah terhadap investor asing.
Seperti dilansir tvOnenews.com dari kanal YouTube Bossman Mardigu, berikut pandangannya terhadap kasus di Rempang.
Dalam bagian awal video, terlihat sebuah tampilan manuskrip kuno yang tersimpan di Perpustakaan Leiden Belanda sejak 1642.
Dalam manuskrip tersebut, disebutkan bahwa Pulau Rempang sudah tercatat berpenduduk Bangsa Melayu.
Kemudian Mardigu Wowiek membahas soal sejarah singkat para pejuang Tanah Melayu dalam sejarah Kemerdekaan Indonesia.
Lahir Desember 1893, Sultan Syarif Kasim II merupakan Sultan Siak ke-12 dengan gelar Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifudin.
Saat Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Sultan Syarif Kasim II memutuskan bergabung dengan NKRI.
Tidak hanya itu, atas nama Kesultanan Siak, Sultan Syarif Kasim II juga dengan sukarela menyumbangkan 14 juta Gulden Belanda atau kurang lebih senilai 50-100 triliun rupiah di masa sekarang.
Bahkan, Sultan Syarif Kasim II juga aktif membujuk para sultan di Tanah Melayu, mulai dari Aceh, Lampung, hingga Kalimantan agar bergabung dengan NKRI.
Selanjutnya Mardigu Wowiek mengisahkan perjuangan pahlawan Melayu lainnya yaitu Hang Tuah, seorang laksamana dari Kesultanan Malaka.
Hang Tuah ini bukan orang sembarangan karena mampu berbicara 12 bahasa yang kala itu merupakan hal yang sangat penting untuk dikuasai.
Dari bahasa, Hang Tuah mampu memberikan pengaruh besar, terutama dalam penyebaran bahasa Melayu ke seluruh penjuru Nusantara.
"Merekalah yang mewarnai dan membentuk negara ini seperti sekarang adanya," tegas Mardigu.
Mardigu menyayangkan kenapa justru kini investor asing lebih diutamakan dan disayangi dibanding keturunan para pejuang bangsa.
"Lalu kemudian mengapa investor asing sekarang lebih disayangi dari pada para pejuang bangsa dan pejuang negara ini," ujar Mardigu.
"Sehingga keturunannya pun diusir dari tanahnya sendiri," sambungnya.
Mardigu Wowiek kemudian mengingatkan bahwa menurutnya Indonesia tidak mendapatkan banyak hal dari investasi asing yang selama ini digencarkan.
"Indonesia dapat apa, wahai pejabat, jawab, Indonesia dapat apa," kata Mardigu.
"GDP per kapita 8 tahun ini naiknya hanya 30 persen," lanjutnya.
Per tahunnya hanya naik 3,8 persen, jauh di bawah India dan Vietnam
Ini jauh dibandingkan dengan keuntungan yang dikeruk oleh investor asing, nikel dan lain sebagainya dalam 8 tahun naiknya 500 persen.
"Kalau investornya 100 persen nasional, pribumi, putra bangsa, maka 400 triliun itu sudah naik 5 kali lipat, sudah ada Rp2000 triliun duitnya di Indonesia, bukan di banknya Tiongkok," tegas Mardigu.
Dengan begitu menurut Mardigu, mungkin 100 persen dalam 8 tahun, alias masyarakat lebih makmur 2 kali lipat dari sekarang.
"Kalau kalian pejabat bilang tidak punya modal orang Indonesianya, tidak punya rupiah orang Indonesianya, itu adalah pernyataan bodoh kalau keluar dari mulut pejabat," ujar Mardigu.
"Kita punya rupiah, cetak saja pakai underlyingnya proyek nikel, cetak saja pakai underlyingnya pasir silika untuk buat kaca, enggak usah Xinyi, bagaimana sih, hargai rakyat lah, hargai rupiah, dan hargai pejuang bangsa sendiri dong," lanjutnya.
(far)
Dapatkan berita menarik lainnya dari tvOnenews.com di Google News, Klik di Sini
Load more