Menurutnya, gaya unik Rektor UNESA ini menjadi simbol tentang bagaimana keberagaman bisa menjadi kekuatan yang mempersatukan, menginspirasi semua elemen masyarakat untuk merayakan dan memelihara persatuan dalam keragaman.
Karjono juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap hasil survei yang dirilis oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Survei ini mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan, yaitu bahwa 85% milenial Indonesia diidentifikasi sebagai kelompok yang rentan terpapar radikalisme.
"Hasil survei yang mengindikasikan tingginya rentan milenial terhadap radikalisme adalah sebuah panggilan darurat untuk kita semua. Untuk itu perlunya pendekatan holistik dalam pendidikan yang tidak hanya mencakup aspek akademik, tetapi juga memperkuat nilai-nilai Pancasila, toleransi, dan rasa persatuan. Kita harus menggandeng seluruh lapisan masyarakat, termasuk lembaga pendidikan, untuk bersama-sama mengatasi tantangan ini demi masa depan yang lebih aman dan harmonis bagi Indonesia."
Menurutnya, pasca reformasi, aspek yang mengalami pelemahan, di dunia pendidikan, mata ajar dan mata kuliah Pancasila telah hilang, juga lembaga yang mendukung Pancasila turut dinonaktifkan.
"Antara lain Tap MPR II 1978 tentang Eka Pancakarsa atau P4 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, 1 tahun kemudian Lembaga BP7 dibubarkan, dan UU 20 tahun 2023 tentang Sisdiknas menghilangkan mata ajar atau mata kuliah Pancasila. Ini merupakan situasi yang sangat memprihatinkan," ujarnya.
“Untuk mengatasi hal ini, pada masa Pak Taufik Kiemas menjadi Ketua MPR, dibentuklah Empat Pilar Kebangsaan, yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945,” ujarnya.
Kemudian, gerakan Revolusi Mental, Bela Negara, Wawasan Kebangsaan, enam pilar pelajar Pancasila dan dibentuknya UKP PIP dan direvitalisasi menjadi BPIP.
Load more