Dengan demikian dapat dipahami, kelembagaan wakil presiden bukan sekadar ban serep. Seorang wakil presiden memiliki peran aktual dalam menata dan mengelola negara secara benar sesuai sumpah jabatan presiden dan/atau wakil presiden, yakni memenuhi kewajiban Wakil Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
Fahri Bachmid menyarankan, ke depan, dalam menentukan cawapresnya, Capres Prabowo Subianto dapat menerapkan konsep meritokrasi serta mempertimbangkan figur cawapres sesuai kebutuhan teknis penyelengaraan negara.
Menurut Fahri Bachmid, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. sangat memenuhi kriteria itu. Guru Besar Hukum Tata Negara kelahiran Mangar, Belitung, itu ia nilai sebagai teknokrat yang dapat dengan sangat baik memainkan peran konstitusionalnya sebagai wakil presiden. Yusril akan fokus mengurus dan menata negara, membangun sistem yang kuat, menata birokrasi serta membenahi mekanisme dan sistem ketatanegaraan yang ada.
“Sebagaimana kita ketahui, produk amandemen UUD 1945 masih menyisakan sejumlah persoalan yang membutuhkan kajian, pendalaman serta upaya-upaya perbaikan melalui upaya-upaya konstitusional dengan cara amandemen kelima UUD 1945. Nah, persoalan ini adalah pekerjaan serius yang membutuhkan konsentrasi, kehati-hatian yang tinggi, serta upaya konsolidasi sistemik yang melibatkan lembaga-lembaga negara terkait untk mengerjakannya,” ujar Fahri.
Hal krusial tersebut, tambah Fahri, tentu butuh peran seorang wapres yang mumpuni, yakni sosok cendekiawan andal yang menguasai teknis hukum tata negara. “Teknokrat sekelas itu hanya ada pada figur Prof. Yusril Ihza Mahendra,” tegas Fahri. Ia menambahkan, kriterium yang harus dipakai sebagai patokan penentuan cawapres adalah kebutuhan negara saat ini, yakni figur yang dapat memainkan peran-peran konstruktif dalam menata negara, agar konsolidasi demokrasi tetap berada pada rel yang benar. “Bukan kebutuhan elektoral atau elektoralisme semata yang hanya berorientasi pada kepentingan menang-kalah dalam Pemilu,” tutup Fahri.
Load more