“Nah, tindakan main hakim sendiri ini yang tidak kita inginkan. Sebab, itu dapat membahayakan nyawa orang lain. Padahal, waktu itu, tidak ada hal yang membahayakan terdakwa sehingga tetap melakukan pembacokan,” katanya.
Korban sempat minta ampun saat dibacok dan memohon ingin hidup. Namun, pembacokan tetap dilakukan terdakwa.
“Terdakwa tidak menunjukkan penyesalan dan tidak mau berdamai, sehingga menjadi alasan yang memberatkan atas tuntutan JPU. Kasus ini juga tidak bisa direstorative justice karena sejak awal tidak ada perdamaian. Apalagi, ini kasus pidana penganiyaan berat, dengan ancaman hukuman 5 tahun,” jelas Kajari.
Kajari Suhendra menyampaikan, dalam kasus main hakim sendiri ini, mestinya terdakwa menghardik lebih dulu kepada korban yang dianggap sebagai pencuri ikan.
“Ini memang dilema. Ketika pencuri masuk ke pekarangan kolam ikan yang ditunggui terdakwa, seharusnya dihardik dulu. Apalagi, pencurinya juga tidak pakai senjata tajam. Yang dibawa hanya pancing. Jadi, jangan main hakim sendiri langsung bacok,”katanya.
Menurut Suhendra, jika main hakim sendiri dibiarkan, tentu bisa timbul kekacauan dan ketidaktertiban hukum. Akibat penganiayaan berat yang dilakukan terdakwa itu, korban mengalami luka serius.
Dia menambahkan, tuntutan JPU telah sesuai prosedur KUHP sehingga tinggal menunggu keputusan pengadilan.
Load more