Jakarta, tvOnenews.com - Tidak terima bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi (MK). Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) membuat laporan ke Bareskrim Polri.
Hal ini disampaikan oleh perwakilan dari P3K, Maydika Ramadani kepada awak media, Kamis (9/11/2023).
"Sehubungan dengan pernyataan Ketua Majelis Kehormatan MAhkamah Kontitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie di dalam sidang putusan atas laporan dugaan Pelanggaran kode etik terkait putusan syarat batas usia minimal capres-cawapres, di mana pada bagian kesimpulan memberikan pernyataan yang pada pokoknya," ujarnya.
"Yakni Hakim terlapor terbukti tidak dapat menjaga informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup sehingga melanggar kepantasan," sambung Maydika Ramadani.
Hal mana berkaitan dengan kebocoran informasi, dia katakan, dalam persidangan RPH yang tertutup berdasarkan ketentuan pasal 40 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah menjadi UU No. 7 Tahun 2020 Tentang MAhkamah Konstutusi, dan atas hal tersebut, terkait dengan permasalahan bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi dimaksud.
Maka, tentu saja adalah Pelanggaran berat dan tidak dapat ditolerir, karena telah menyebabkan kegaduhan dan permasalahan Nasional, yang berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Lembaga Peradilan, khususnya Mahkamah Konstitusi.
"Berkenaan dengan bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi dimaksud, maka kami Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) merasa perlu untuk mewakili masyarakat Indonesia dalam hal membuat Laporan Kepolisian, sebagaimana Surat Tanda Terima Laporan Kepolisian No :STTL/ 432/ XI/ 2023/ BARESKRIM," jelasnya.
Masih lanjutnya jelaskan, hal mana telah melanggar ketentuan pasal 40 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah menjadi UU No. 7 Tahun 2020 Tentang Mahkamah Konstutusi, serta kejahatan terhadap keamanan nasional, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 112 Jo. Pasal 322 KUHPidana.
Adapun tujuan pelaporan ini adalah agar “permasalahan bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi” yang merupakan perbuatan tercela dan suatu tindak kejahatan yang pada kenyataannya telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat.
"Maka dalam hal ini diperlukan adanya tindakan dari aparat Kepolisan untuk melakukan tindakan hukum sesuai dengan
kewenangannya, yakni agar melakukan penegakkan hukum dengan menemukan para pelaku," bebernya.
Kedepannya agar bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi ini tidak terjadi dan tidak terulang lagi, serta Agar dapat menimbulkan kembali keyakinan masyarakat Indonesia terhadap Lembaga Peradilan, khususnya dalam hal ini Mahkamah Konstitusi. (aag)
Load more