Jakarta, tvOnenews.com - Nasional Corruption Watch (NCW) menyoroti pasca dibacakannya putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Ketua DPP NCW, Hanifa Sutrisna mengatakan orkestrasi dinasti Presiden Jokowi semakin menjadi-jadi.
Dia menilai, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang divonis pemecatan oleh MKMK malah melakukan perlawanan terhadap keputusan MKMK dengan menolak pemecatannya terhadap dirinya (8/11/2023).
“Ketua MK ini sudah tidak menggunakan akal sehatnya, padahal sudah 40 tahun menjadi Hakim, hanya kekuatan yang sangat besarlah yang bisa mendorong Anwar Usman ini untuk melakukan perlawanan,” kata Hanif kepada awak media, Kamis (9/11/2023).
Menurutnya, tolakan terhadap pelanggengan kekuasaan dinasti Jokowi menggema hampir di seluruh pelosok negeri.
“Negara kita ini tidak dalam kondisi baik-baik saja, kondisi ini hampir mirip dengan masa orde baru, dimana orang-orang mulai direpresi pada saat menyampaikan aspirasi, bahkan seorang ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) direpresi oleh oknum TNI/Polri melalui orang tuanya. Kelakuan oknum TNI/Polri ini mengingatkan kita kembali betapa zalimnya penguasa di masa perjuangan reformasi,” ujarnya.
Menurut dia, rakyat selama ini berharap kepada para politisi yang mengaku mantan aktivis reformasi 98 untuk bisa menyadarkan Jokowi atas kekuasaannya berlebihan yang dimilikinya. Namun, politisi ini malah terkooptasi rezim dinasti Jokowi.
Hanif pun menyoroti pernyataan Adian Napitupulu yang merupakan politisi dan mantan aktivis 98 beberapa waktu lalu yang menyampaikan betapa buruknya sistem demokrasi Indonesia saat ini. Berdasarkan pemberitaan lebih dari 30 media asing yang mencermati buruknya praktik demokrasi di Indonesia saat ini.
“Seharusnya sebagai politisi dan mantan aktivis reformasi, malu kita bro (kawan-red) karena lebih dari 30 media asing memberitakan buruknya praktik demokrasi dan Indonesia sudah kembali menjadi negara monarki,” sebutnya.
Dia menjelaskan, orkestrasi pelanggengan kekuasaan dinasti Jokowi tidak hanya melakukan represi kepada aktivis pergerakan dan mahasiswa. Tetapi, kriminalisasi kepada aparat penegak hukum juga terus terjadi dan ini semakin menjadi-jadi dan terkonsolidasi.
Salah satunya kriminalisasi Pimpinan KPK Firli Bahuri dengan tuduhan melakukan pemerasan kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
“Apa segitunya ya ketakutan penguasa dinasti oligarki ini? Kemarin ada dugaan ‘Pak Lurah’ tidak memberikan izin kepada Pimpinan KPK untuk melakukan penindakan kepada oknum menteri ini, sekarang Jaksa Agung yang dikriminalisasi,” tutur Hanif.
“Ini baru satu atau dua oknum menteri anggota koalisi dinasti yang diduga korupsi ditindaklanjuti, Jaksa Agung (JA) sudah dikriminalisasi dan dibunuh karakternya dengan tuduhan punya WIL seorang artis, cuma karena dipanggil ‘pa-pa’ dalam percakapan WhatsApp (WA) dan JA dituduh menerima sejumlah uang dari artis Celine Evangelista (CE) melalui Amelia Sabara (AS) dan itu sudah dibantah CE itu tidak ada, apalagi kalau dugaan korupsi yang sudah DPP NCW sampaikan beberapa waktu yang lalu diusut semuanya,” tambahnya.
Kemudian, dia pun menyinggung soal oknum menteri AH diduga terlibat skandal korupsi CPO dan produk turunannya, impor handphone ilegal dengan tersangka PS Store, menerima suap kasus proyek BTS 4G melalui oknum menteri DA.
Dimana tersangka mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate sudah divonis 15 tahun penjara oleh pengadilan negeri Jakarta Selatan.
"Gebrakan hukum Jaksa Agung ini memperlihatkan bahwa supremasi hukum masih berjalan dengan baik, namun ternyata “kreativitas berlebihan” dalam penegakan hukum ini ternyata membuat gerah para oknum menteri-menteri kabinet Jokowi yang korup," katanya.
Pihaknya mengaku beberapa kali menyuarakan dugaan korupsi 5 menteri Kabinet Indonesia Maju Jokowi, namun tidak direspons positif oleh Mabes Polri, KPK dan Kejaksaan Agung.
NCW menduga lambatnya proses pengungkapan dugaan korupsi oknum-oknum menteri ini, karena semua menteri yang terduga korupsi tersebut berada di koalisi yang sama dan sangat kuat dugaan ‘pak lurah’ tidak memberikan lampu hijau kepada 3 lembaga penegakan hukum tersebut.
“Kami khawatir jika praktik tebang pilih ‘Pak Lurah’ ini bisa menghancurkan supremasi hukum yang sudah mulai membaik dan operasi kriminalisasi ini harus segera dihentikan, karena rakyat sudah muak dengan orkestrasi dinasti di MK, sekarang ditambah lagi represi mahasiswa dan kriminalisasi penegak hukum (Pimpinan KPK dan Jaksa Agung). Reformasi jilid dua bisa terjadi, jika Jokowi tidak segera bercermin diri atas apa yang terjadi saat ini, tuntutan rakyat agar Jokowi mundur pasti akan terjadi,” bebernya. (rpi)
Load more