tvOnenews.com - Sebanyak 204 juta data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga telah bocor. Kebocoran data itu disebabkan karena adanya hacker bernama Jimbo yang berhasil melakukan peretasan dengan cara phising. Setidaknya 204 juta data tersebut dijual di dark web seharga 2 Bitcoin atau US$74.000 atau hampir Rp1,2 miliar.
Pakar digital Anthony Leong mengusulkan perbaikan terkait adanya kebocoran data pemilu milik Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia menyebut baik dari sistem birokrasi dan juga regulasi bukan tidak mungkin, kedepannya masalah serupa bisa terulang dan bahkan kebocorannya bukan sekadar tanggal lahir saja.
"Data bocor (leaked) kemarin perlu dicermati dengan serius. Ada NIK, No. KK, nomor ktp (berisi nomor paspor untuk pemilih yang berada di luar negeri), nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, RT, RW, kodefikasi kelurahan, kecamatan dan kabupaten serta kode TPS. Sekecil apapun data yang bocor itu bahaya untuk masyarakat, karena itu kan kalau tindak kejahatan digital itu sudah bisa profiling. Dan bisa sangat mendalam apabila dikombinasikan dengan data-data di platform sebelumnya yang bocor," jelas Anthony.
Wakil Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu berharap UU Perlindungan data pelanggan digital dapat disegerakan. Hal ini agar memberikan kewajiban dan pengamanan data bagi pengelola data. Ia juga menyebut perlu mewajibkan audit keamanan dan pengujian terhadap basis data dan sistem surrounding.
"Ada beberapa yang bisa diperbaiki dari sistem birokrasi dan regulasi seperti melakukan enkripsi terhadap data masyarakat pada database terpusat, sehingga jika data bocor, hacker tidak dapat dengan mudah menyebarkan data. Perlunya juga audit berkala yang dilakukan oleh pihak internal dan eksternal Penetration Testing. Jika ada audit pihak internal dan eksternal bisa meredam kebocoran data," katanya.
Pakar digital Anthony Leong
Load more