Jakarta, tvOnenews.com - Berumah tangga bersama orang yang tepat akan membuat keluarga rasa surga, sebaliknya bila salah memilih pasangan rumah bisa bagai penjara. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi ancaman nyata bagi (khususnya) perempuan rendah diri, minim pendidikan, dan tak berpenghasilan. Menguatkan mitigasi mandiri dengan memperbaiki kepercayaan diri dan melakukan deteksi dini terhadap pribadi calon pasangan menjadi ikhtiar agar terhindar dari risiko kekerasan domestik.
Kasus KDRT terhadap istri yang dilanjutkan dengan pembunuhan empat anak kandung di Jagakarsa Jakarta Selatan sontak menggegerkan pemberitaan media dan membuat banyak orang geleng-geleng kepala hingga tak bisa berkata-kata. Bagaimana bisa seorang suami dan ayah mampu melakukan perbuatan sedemikian keji.
Kejadian itu merupakan puncak gunung es dari tingginya angka KDRT yang selama ini jarang diproses hukum sampai tuntas karena tergolong delik aduan karena korban enggan melapor atau pelapor sering mencabut laporan sebab lebih memilih jalan damai.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebutkan hingga Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, sebanyak 79,5 persen atau 16.745 korban adalah perempuan. Selain itu, kasus sejenis juga menimpa laki-laki sebanyak 2.948 menjadi korban.
KDRT dengan locus delicti-nya sering terjadi di dalam rumah yang dianggap oleh orang sekitar sebagai masalah domestik, membuat korban kerap menghadapi bahaya sendirian. Maka upaya memperkuat mitigasi mandiri perlu dimiliki agar tidak menjadi korban dengan risiko fatal.
Sebelum bahaya kekerasan itu mengancam, sebenarnya perempuan sudah dapat menemukenali perangai calon pasangan, jauh sejak mereka dalam masa pendekatan atau pacaran. Saat pacaran biasanya orang cenderung jaim (jaga image) sehingga sifat aslinya sulit terdeteksi. Namun begitu, sepandai-pandainya orang melakukan pencitraan, akan ada momen ketika dia lepas kontrol dan terlihat sifat sebenarnya.
Itulah mengapa dibutuhkan waktu agak lama untuk dapat mengenali kepribadian seseorang guna memperoleh gambaran utuh termasuk bagaimana dia memiliki bahasa cinta dan gaya marah. Dengan menilai dua hal itu minimal sudah mendapat bocoran tentang perangai seseorang. Sesekali boleh juga menguji kesabarannya dengan menciptakan suasana yang tidak mengenakkan, lalu lihat reaksi dia. Bagaimana manajemen pengendalian emosi dan seperti apa marah terparahnya.
Selebihnya adalah upaya membangun hubungan berlandaskan kesetaraan, dengan tidak adanya pihak yang dirugikan, dibatasi, direndahkan, dan melakukan banyak hal dalam keterpaksaan. Singkatnya, jalinan hubungan sehat adalah ketika kedua pihak menjalaninya dalam kegembiraan, tidak ada tangis kesedihan di dalamnya.
Load more