Aceh Barat-Merasa ditipu oleh perusahaan perkebunan sawit, sejumlah warga Desa Teupin Panah Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat meminta sertifikat tanah mereka.
Sejumlah masyarakat di Desa Teupin Panah Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat meminta PT Betami untuk mengembalikan sertifikat tanah mereka karena sudah dipakai selama delapan tahun untuk kepentingan perusahaan (08/12/2021).
Juriah Kepala Desa Teupin Panah mengatakan ada 44,9 hektare lahan warga yang digunakan oleh perusahaan (PT Baitami). Lahan ini berada di luar HGU perusahaan, dengan janji setelah tiga tahun di gunakan nanti akan dikembalikan pada warga sebagai bentuk Plasma. Namun setelah 8 tahun tidak ada niat perusahaan untuk mengembalikan lahan tersebut kepada warga.
"Janji awalnya mereka meminta pinjam lahan warga seluas 44,9 hektare, nanti setelah tiga tahun lahan tersebut akan dikembalikan kepada warga, tapi hingga sekarang sudah 8 tahun. Saat warga meminta kembali, pihak perusahaan meminta ganti rugi terhadap tanaman sawit yang berada di dalam lahan tersebut," jelas Juriah.
Juriah juga menambahkan, perusahaan yang mencoba merampas hak warga adalah bentuk melawan hukum dan ingkar janji. Warga tidak meminta bagi hasil dari lahan yang digunakan perusahaan selama 8 tahun, warga hanya minta kembalikan lahan mereka. Karena janjinya hanya di pakai 3 tahun sebagai tempat penyemaian bibit tapi nyatanya sekarang sudah 8 tahun disemai pohon sawit dan hasilnya sudah mereka nikmati.
"Warga tidak minta pembagian laba tanaman sawit yang telah menguntungkan pihak perusahaan, sesuai janji setelah tiga tahun lahan tersebut dikembalikan pada warga," pinta Juriah.
Masyarakat berharap ada niat baik dari perusahaan untuk mengembalikan sertifikat milik masyarakat tersebut.
"Kami minta etikat baik pihak perusahaan untuk mengembaikan lahan tersebut. Kami telah menolong pihak perusahaan saat sedang membutuhkan pertolongan namun kenapa sekarang saat kami minta kembali lahan kami mereka minta ganti rugi. Kami beri waktu dalam tiga hari jika tak ada niat baik, kami bawa masalah ini ke ranah hukum," tegas Juriah.
Sementara itu perusahaan perkebunan sawit PT Baitami, membenarkan bahwa sertifikat tanah milik warga Desa Teupin Panah, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat, masih berada di tangan mereka. Tidak diserahkannya kepada pemilik, lantaran hasil kebun yang sudah digarap masih digunakan untuk menutupi modal yang sudah dikeluarkan selama proses.
Kepala Tata Usaha (KTU), PT Baitami, Ahmad, mengatakan, awalnya perusahaan berencana mencarikan dana kredit dengan sertifikat tanah warga sebagai jaminan. Karena pandemi Covid-19, pihak perbankkan tidak berani mengucurkan dana untuk pembangunan kebun plasma.
“Tanah masyarakat itu ada sertifikatnya, kemarin itu sertifikat diambil sama kebun, setelah dicek di Medan maupun di Meulaboh tidak ada mengucurkan dana, dana kredit untuk bangun plasma itu, kan bisanya kebun yang dibangun dananya dari kredit. Sertifikat ada diambil, cuma (pemodal) tidak ada yang mau karena pandemi kan,” kata Ahmad.
Dikatakannya, karena tidak ada permodalan dari pihak ketiga, sementara perusahaan sudah mengeluarkan dana untuk menggarap dan merawat perkebunan di lahan milik warga. Kendatipun, warga kini mempertanyakan perihal hasil yang sudah dikeluarkan dari kebun tersebut.
Kata Ahmad, warga seharusnya tidak dibenarkan bertanya soal hasil yang keluar dari kebun di tanah masyarakat itu. Karena modal sudah dikeluarkan sebagai biaya membuat kebun.
Dari perusahaan sendiri, biaya sewa tanah sebagai solusi tengah. Masyarakat mendapat bayaran sewa tanah untuk per tahunnya, namun dengan harga wajar agar tidak terkesan memberatkan perusahaan.
“Setahu saya, kalau orang itu hitung hasil tidak boleh, karena belum ada ikat. Anggap sewa pertahun per hektare dengan harga wajar (perusahaan sewa tanah masyarakat), perusahaan akan bayarkan kepada masyarakat per tahunnya,” jelas Ahmad.
Di sisi lain, warga sendiri bersikeras meminta bagi hasil dari perkebunan sawit. Karena itu perusahaan juga mengambil sikap tegas, bahwa hasil itu tidak bisa diberikan kepada masyarakat lantaran modal yang sudah dikucurkan untuk pembuatan kebun masih belum kembali.
Apalagi dari sertifikat masyarakat yang sudah terkumpul mencapai 110 sertifikat kepemilikan dengan luasan lahan mencapai 44,9 hektare, perusahaan tidak bisa memberikan modal, harus diajukan ke pihak ketiga seperti bank, agar bisa diberikan kredit.
Jika modal sudah kembali, kata Ahmad, perusahaan juga akan menjadikan kebun tersebut sebagai kebun plasma masyarakat, agar hasil yang dikeluarkan nantinya bisa dinikmati sesuai dengan ketentuan perkebunan rakyat itu.
“Detailnya saya kurang tahu. Sekarang sarannya, kalau mereka minta hasil jadi harus bayar dulu karena tidak ada kredit yang keluar. Jalan tengahnya kita sewa tanah orang itu dengan harga yang wajar, hasil tetap untuk perusahaan, ujungnya kebun plasma perusahaan harus balik modal dulu,” demikian tutup Ahmad.(Chaidir Azhar/Lno)
Load more