Suasananya hangat dan serius. Kecintaan pada hutan menyatukan mereka. Inisiatif mengumpulkan para perempuan ini buah panjang upaya pendekatan responsif gender sejak 2015 melalui program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Perbaikan Tata Kelola (SETAPAK), The Asia Foundation.
Di antara mereka ada para perempuan mpu uteun, bahasa Gayo untuk menyebut para penjaga hutan, dari Desa Damaran Baru Kawasan Ekosistem Leuser, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. Ada Ritawati dari penyangga kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Bengkulu dan Neneng Puspita dari kawasan penyangga Hutan Lindung Bukit Daun, pengelola kelompok usaha perempuan pengelola hutan. Ada Aminah Ahek dan Pascalina Iba, dua ibu petani pala dari Kabupaten Fak-fak, Papua Barat. Hadir pula perwakilan petani perempuan dari Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan lainnya.
Amina Ahek
Saat pembukaan, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah memberi pengantar. Ia menyebut 44 persen wilayah Bengkulu adalah kawasan hutan yang dilindungi. Ia bangga, kelompok usaha perhutanan sosial yang semua anggotanya perempuan datang pertama dari Bengkulu. Di Bengkulu, ada 11 kelompok dan anggotanya 550 perempuan. Luas wilayah kelola mereka mencakup 1076.15 hektare.
Mereka berdedikasi melaksanakan kegiatan pembibitan serta pelestarian hutan. Jumlahnya masih jauh dari target perhutanan sosial Bengkulu. Saat ini baru mencapai 45 ribu hektare dari target 125 ribu hektare. Selama empat hari para perempuan dan anak-anak muda pengelola hutan ini mendapat pengayaan diri, diakhiri dengan konferensi. Materinya mulai soal akses wilayah kelola hutan, di mana mereka perlu mengajukan skema perhutanan sosial atau bekerja sama dengan taman nasional.
Ada juga cara menggunakan citra satelit di hutan sebagai alat bantu pemetaan. Mereka berbagi cara membuat rencana kerja, rencana bisnis serta menyimak arahan pengelola dana lingkungan hidup. Konferensi juga menyampaikan paparan tentang kewirausahaan dan kampanye kreatif digital.
Aktivis hak asasi manusia Sulawesi Tengah Eva Bande mendorong perempuan peka terhadap situasi di sekelilingnya. Dan pendiri Sikola Mombine yakni Mutmainah Korona, kini anggota DPRD Kota Palu, mengajak perempuan jeli memanfaatkan forum-forum formal desa, kelurahan dan kecamatan untuk menyampaikan masukan.
Load more