Hal itu telah diatur dalam Perda Bali bahwa seluruh komponen wisata di Bali adalah pariwisata yang dijiwai agama Hindu.
"Yang nomor dua, memberikan arahan, termasuk pada saat itu kami meminta kepada seorang karyawan atau karyawati yang kebetulan bersuku Bali hadir untuk dapat lebih mengedepankan ciri-ciri kebudayaan Bali di dalam proses menyambut selamat datang atau kritik atau pemeriksaan Bea-Cukai. Misalkan, kami menyarankan untuk dapat menggunakan bije atau beras suci yang biasanya didapat setelah bersembahyang," katanya.
"Maka dari itu, kami tidak ada menyebutkan nama agama apa pun, nama suku apa pun, dan juga kepercayaan apa pun. Bahwa hal tersebut sudah selaras dengan peraturan Perda Bali No 2 Tahun 2012 yakni tentang Pariwisata Bali yang berlandaskan kebudayaan yang dijiwai oleh agama Hindu," lanjut Arya Wedakarna.
Ia juga menyampaikan, bahwa Provinsi Bali sejak 2012 telah memiliki peraturan bahwa siapapun komponen pariwisata yang ada di Bali, termasuk airport dan pelayanan publik harus mengikuti aturan peraturan daerah yang di mana tegas bahwa pariwisata Bali adalah pariwisata yang di jiwai oleh budaya agama Hindu.
"Maka dari itu saya ingin meluruskan, dan juga memberikan wawasan kepada siapapun yang ingin bekerja di Bali, khususnya dari instansi negara untuk dapat menunjukkan sikap ramah, sikap melayani dan mengayomi, terkait kedatangan tamu-tamu yang datang ke Pulau Bali," ujarnya.
"Maka dari itu saya menyampaikan klarifikasi, dan juga seandainya jika ada pihak-pihak, komponen bangsa Indonesia yang merasa tersinggung dan merasa keberatan dengan apa yang kami sampaikan, dari lubuk hati yang paling dalam saya selaku wakil rakyat Bali di DPD RI memohon maaf dengan tulus," ujarnya. (awt/muu)
Load more