Tidak kalah penting, Bahlil juga menegaskan bahwa pasangan Prabowo-Gibran tidak akan menjadikan ‘serangan fajar’ sebagai cara untuk meraih kemenangan. Pada kesempatan yang sama, dia juga menjelaskan kepada masyarakat bahwa ada perbedaan signifikan antara biaya politik (political cost) dengan serangan fajar.
Segala sumber daya yang dikeluarkan untuk memenangkan Prabowo-Gibran adalah political cost. Sementara, serangan fajar sering kali digunakan untuk menjelaskan uang yang diterima pada pagi hari atau beberapa jam sebelum mencoblos di TPS dengan iming-iming memilih salah satu pasangan calon.
“Kami tidak mengenal serangan fajar. Yang ada itu cost politik. Saya tidak setuju dengan serangan fajar, kita harus berikan edukasi juga kepada rakyat (perbedaan serangan fajar dengan political cost). Politik itu seperti pertandingan bola, selama pluit panjang belum usai, kita harus lari kencang. Cuma ada pemain bola yang napasnya bagus dengan strategi bagus, ada juga yang tidak,” beber dia.
“Dan sekali lagi, saya mengimbau kepada seluruh rakyat Indonesia, 14 Februari sukseskan pemilu dengan datang ke TPS gunakan hak pilih,” imbau Bahlil.
Seperti diketahui, berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Nasional untuk Pemilu 2024, dari total 204,8 juta pemilih, sebanyak 52 persen atau sebanyak 106,3 juta merupakan pemilih muda.
Rinciannya, pemilih berusia 17 tahun sebanyak 0,003 persen atau sekitar 6 ribu jiwa. Kemudian pemilih dengan rentang usia 17 tahun hingga 30 tahun mencapai 31,23 persen atau sekitar 63,9 juta jiwa. Lalu disusul dengan Pemilih dengan 31 tahun hingga 40 tahun sebanyak 20,70 persen atau sekitar 42,395 juta jiwa.(chm)
Load more