Jakarta, tvOnenews.com - Dekan Fakultas Hukum, Universitas Borneo Tarakan (UBT) Yahya Ahmad Zein menanggapi soal adanya usulan pemungutan suara ulang (PSU) pada Pemilu 2024. Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi syarat dilakukan PSU.
"Dalam sistem pemilu Indonesia memang dimungkinkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang. Kendati begitu, menurutnya, perlu dipahami beberapa syarat untuk dilakukan PSU sesuai pasal 372, UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu," kata Yahya, di Tarakan, Rabu (21/2/2024).
Pada pasal 372 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menjelaskan beberapa syarat pemungutan suara ulang bisa dilakukan.
Misalnya jika terjadi bencana alam di lokasi pemungutan suara. Syarat lainnya yaitu, jika terjadi kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak bisa digunakan atau perhitungan suara tidak dapat dilakukan.
Yahya mencontohkan, salah satu syarat dilakukan pemungutan suara ulang yaitu pelaksanaan pemungutan dan perhitungan suara tidak sesuai ketentuan yang ada.
"Pemungutan suara di TPS wajib diulang kalau hasil pengawasan TPS terbukti ada beberapa hal, misalnya karena adanya pembukaan kotak suara dan perhitungan suara itu tidak dilakukan menurut cara sebagaimana yang ditetapkan. Kalau caranya nggak pas maka itu bisa jadi salah satu syarat," kata Yahya.
Ia menambahkan, PSU juga perlu dilakukan jika surat suara pemilih dirusak oleh petugas KPPS sehingga surat suara menjadi tidak sah.
"Atau petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga akhirnya surat suara itu gak sah. Jadi kalau misalnya ada perusakan terkait dengan surat suara," kata dia lagi.
PSU juga bisa disebabkan jika ada pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT atau DPTB namun mendapatkan hak pilih.
"Jadi faktornya itu, satu, pemungutan suara ulang itu diusulkan oleh KPPS dengan menyebutkan keadaan tertentu yang menyebabkan perlu-nya dilakukan PSU," ujar Yahya menambahkan.
Tak kalah penting, Yahya mengatakan PSU harus dilakukan sesuai ketentuan aturan pemungutan suara ulang.
PSU dilakukan paling lama 10 hari setelah pemungutan suara awal. Ia juga mengingatkan jika pelaksanaan PSU hanya boleh dilakukan satu kali.
"Jadi kalau kita pemungutan tanggal 14 tambah 10 hari, berarti paling lama tanggal 24. Artinya PSU tidak apa melakukan lagi pemungutan suara ulang. Nah itu tidak boleh. Hanya satu kali saja," kata Yahya.
Penyelenggaraan PSU juga perlu diawasi oleh Bawaslu. Ia mengingatkan agar Bawaslu melakukan pengawasan pemungutan suara ulang secara ketat.
Karena itu, Yahya berpesan kepada Bawaslu bahwa ketika sudah memutuskan rekomendasi untuk dilakukan PSU, maka Bawaslu harus mengawasi proses pemungutan suara ulang secara ketat.
Jangan sampai PSU justru menjadi ruang baru bagi peserta pemilu untuk bertindak curang atau melanggar undang-undang.
"Itu saya kira yang paling penting. Jadi Bawaslu harus komitmen dan konsekuen untuk betul-betul melakukan pengawasan yang ekstra ketat dibanding yang sebelumnya," kata dia.
Menurutnya, pengawasan pelaksanaan pemungutan suara ulang secara ketat wajib dilakukan sebab rawan terjadi mobilisasi pemilih.
Sebab, momentum pelaksanaan PSU bisa menjadi kesempatan bagi para kandidat untuk mengejar ketertinggalan suara.
Pemungutan Suara Ulang di Tarakan Hanya di Satu Tempat
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tarakan memutuskan segera menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Namun, penyelenggaraan PSU tersebut hanya di satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) yaitu di TPS 57 Kelurahan Karang Anyar.
"Dari hasil kajian pihak kami, hanya satu TPS saja yang memenuhi syarat menggelar PSU yaitu TPS 57 Kelurahan Karang Anyar," kata Ketua KPU Tarakan, Nasruddin.
Penyelenggara pemilu di Tarakan telah menerima rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Tarakan yang meminta untuk menggelar pemungutan suara ulang di tiga TPS.
Nasruddin menjelaskan alasan PSU hanya di TPS 57 Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Tarakan Barat, karena telah memenuhi kriteria yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (ant/iwh)
Load more