tvOnenews.com - Usai Piplres 2024 yang penuh ingar bingar namun berlangsung sejuk dan damai, semua orang tergelitik untuk membicarakan Pak Prabowo Subianto. Saya pun tak kuasa menahan diri untuk tidak ikut-ikutan mengomentari sosok beliau. Pertama kali saya mengenal Pak Prabowo saat beliau menjabat Danjen Kopassus. Ketika itu beliau menggelar buka puasa bersama di Kopassus (Januari 1998) dan saya diminta datang oleh sahabat beliau, almarhum Farid Prawiranegara, putra mendiang Syafruddin Prawiranegara.
Waktu itu saya datang bersama senior saya, Bang Marah Sakti Siregar Pemred Majalah Editor (kala itu sudah diberedel pemerintah melalui Menteri Penerangan, Harmoko). Seingat saya, yang menjadi moderator dalam dialog Fadli Zon dan Imam Prasodjo.
Singkat cerita, sejak itu saya mengenal dekat Fadli Zon dan Ahmad Muzani. Dan saya sering diundang mengikuti diskusi di lembaga kajian IPS (Institute for Policy Studies) di Jalan Suwiryo VI dan selanjutnya pindah ke kawasan Penjernihan, Jakarta Pusat.
Pernah suatu kali saya diajak Fadli menemui Pak Prabowo di Kertanegara. Saya menyimak obrolan Fadli dan Prabowo. Sejak itu, saya cukup intens mengikuti perjalanan beliau yang penuh dinamika, baik saat memimpin Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) maupun Partai Gerindra.
Menurut catatan saya, tak banyak orang yang mengalami ujian hebat seperti yang dialami Pak Prabowo. Untuk mencapai posisi saat ini, jalan yang dilalui Pak Prabowo amat terjal, mendaki, dan berliku. Sejak Pak Prabowo pensiun dari TNI, hinaan, caci maki, fitnah, tergabung jadi satu, semua mengarah ke Pak Prabowo.
Salah satu kelebihan Pak Prabowo, beliau tak pernah dendam. Sedari awal, ia merangkul dan menghargai perbedaan. Jadi, bukan cuma sekarang beliau memiliki sikap merangkul semua unsur.
Load more