Menurut Adi, sejumlah 40% dari seluruh populasi rumah tangga di Indonesia mengalami housing backlog. Ia memperkirakan, sejumlah 30 juta rumah tangga di Indonesia akan membutuhkan hunian yang layak pada 2030 nanti.
Di sisi lain, lanjut Adi, sektor konstruksi dunia ternyata menyumbang emisi sejumlah 37% atau 1/3 dari jumlah emisi global. Dari besaran tersebut, sejumlah 25% emisi disumbang oleh material bangunan (embodied emission) dan akan terus naik angkanya hingga sekitar 49% di 2030.
"Dengan penggunaan teknologi 3D construction printing ini diharapkan dapat mengurangi emisi dari sektor konstruksi, khususnya di Indonesia," terang Adi.
Co-Founder & Head of Asia-Pacific COBOD International, Simon Klint Bergh, yang juga merupakan Direktur PT Modula Tiga Dimensi, mengatakan, teknologi 3D construction printing ini berfokus pada solusi terhadap masalah housing backlog dengan berpegang pada prinsip berkelanjutan dan ramah lingkungan. Teknologi ini mampu membangun rumah dengan lebih cerdas (smarter), lebih cepat (faster), berkelanjutan (sustainable), dan hemat energi (energy efficient).
"Teknologi ini mengurangi lebih dari 50% dari durasi waktu yang dibutuhkan dalam konstruksi rumah secara konvensional, menghemat 35% tenaga kerja, menghemat pembuangan residu material hingga 20% dan memiliki kemampuan fleksibilitas desain serta presisi yang tinggi. Ini semua merupakan solusi nyata bagi dunia konstruksi di Indonesia," terang Simon.(chm)
Load more