Jakarta, tvOnenews.com - Sidang pertama praperadilan yang diajukan oleh PF terhadap Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar (Kejari Tanimbar) resmi dimulai pada Selasa (16/7/2024). Perkara ini terdaftar dengan nomor 2/Pid.Pra/2024/PN Sml dan diajukan pada 9 Juli 2024 di Pengadilan Negeri Saumlaki. Namun, persidangan harus ditunda karena Kejari Tanimbar tidak hadir, dengan alasan sedang mengikuti perayaan Hari Adhyaksa ke-64.
Hakim tunggal yang memimpin sidang akhirnya menerima permintaan penundaan dari Kejari Tanimbar dan menetapkan persidangan akan dilanjutkan pada Selasa (23/7/2024). Kejari Tanimbar diminta untuk hadir dan memberikan jawaban pada sidang tersebut.
Latar belakang pengajuan praperadilan ini adalah untuk melindungi hak-hak PF, yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas di Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada tahun anggaran 2020. PF, yang pernah menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar pada tahun 2017-2022, merasa bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya tidak sesuai prosedur hukum.
PF juga mencurigai bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka berkaitan dengan niatnya untuk mencalonkan diri kembali sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar periode 2024-2029. Ia telah mengikuti fit and proper test di Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa, serta mendapat dukungan dari beberapa partai politik lainnya.
Hal itu disampaikan Kuasa Hukum PF, Denny Kailimang, S.H., M.H kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/7).
Menurut Denny Kailimang, S.H., M.H., selaku penasehat hukum PF, terdapat beberapa indikasi pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka terhadap PF. "Penetapan tersangka tidak didukung oleh minimal dua alat bukti yang sah dan tidak dilakukan pemeriksaan saksi sebagaimana mestinya," ujar Denny. Selain itu, menurutnya, Kejari Tanimbar tidak pernah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk PF, yang merupakan pelanggaran terhadap prosedur hukum.
Dr. Anthoni Hatane, S.H., M.H., pakar hukum pidana, menyatakan bahwa tindakan Kejari Tanimbar dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang. "Penetapan tersangka terhadap PF tidak memenuhi standar hukum yang diatur dalam KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi," tegas Dr. Anthoni. Ia juga menambahkan bahwa perhitungan kerugian negara yang digunakan untuk menetapkan PF sebagai tersangka seharusnya dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan Tim Auditor Kejaksaan Tinggi Maluku.
Pada tahun 2023, kasus dugaan korupsi terkait anggaran perjalanan dinas di Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar telah menyeret dua pejabat, RBM dan PM, ke meja hijau. Keduanya telah mendapatkan kuasa wewenang dari PF untuk menggunakan anggaran tersebut berdasarkan Surat Keputusan Bupati. Putusan terhadap kasus ini dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon pada 4 Juli 2024.
PF beberapa kali dipanggil sebagai saksi dalam kasus RBM dan PM, namun sering berhalangan hadir karena kesibukannya sebagai calon bupati. Kendati demikian, PF tetap bersikap kooperatif dengan mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan dan akhirnya hadir pada tanggal 30 Mei 2024 untuk memberikan kesaksian di Kejati Maluku.
PF dan tim penasehat hukumnya telah mengirimkan surat ke Kejari Tanimbar untuk menunda seluruh tindakan penyidikan hingga Pilkada 2024 selesai. Mereka berharap agar praperadilan ini dapat mengklarifikasi dan menghentikan upaya yang dianggap sebagai hambatan politik terhadap pencalonan PF.
Menurut Denny Kailimang, tindakan Kejari Tanimbar yang menetapkan PF sebagai tersangka pada saat yang bersamaan dengan dikeluarkannya surat perintah penyidikan merupakan bukti ketidakprofesionalan. "Ini menunjukkan ada yang tidak beres dalam proses hukum yang dijalankan," kata Denny.
Kasus ini menyoroti pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan, terutama dalam konteks pemilihan umum. Jaksa Agung RI, dalam sambutannya pada 4 Juli 2024, menekankan pentingnya integritas dalam penegakan hukum agar tidak digunakan sebagai alat politik. Praperadilan ini akan menjadi ujian bagi sistem hukum Indonesia dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan calon kepala daerah.
Sidang lanjutan pada 23 Juli 2024 diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai prosedur penetapan tersangka terhadap PF dan menjaga proses hukum yang adil bagi semua pihak. Sementara itu, PF berharap bahwa upaya hukum ini akan memperlihatkan bahwa proses penetapan tersangka terhadap dirinya tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum. (ebs)
Load more