Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Rumah Sakit Pendidikan Dr Kariadi diminta tanggung jawab soal kasus dugaan perundungan mahasiswa PPDS Universitas Dipenogero (Undip), Aulia Risma Lestari (ARL).
Pakar hukum Muhammad Joni mengatakan saat ini publik tetap diminta bersabar untuk mendapatkan kepastian apakah benar terjadi perundungan yang menjadi penyebab kematian ARL.
"Hukum menjadi rujukan, bukan spekulasi, prejudice, apalagi sakwangka subyektif," kata Ketua Perhimpunan Profesional Hukum dan Kesehatan Indonesia itu dalam keterangan yang diterima, Jumat (6/9/2024).
Joni menjelaskan secara de facto dan de jure, mahasiswa peserta PPDS FK Undip itu dalam relasi pendidikan dan pelayanan di RS Dr Kariadi.
Lalu, untuk tempat perbuatan itu berada di lingkungan RS Pendidikan (RSP).
"Maka tidak lepas tanggung jawab hukum RS, Kemenkes bahkan Menkes yang turut melakukannya bersama-sama," ujarnya.
Jika benar dugaan perundungan terjadi, Joni mengatakan perbuatan dan atau dugaan delictum-nya harus diuji menurut hukum acara.
Pada faktanya maupun tanggungjawab medisnya, kata dia, peserta PPDS ini melakukan layanan dan tindakan medis terhadap pasien pada fasilitas kesesehatan (faskes) dengan status RSP yang secara hukum berada dalam pembinaan teknis dan administratif Menkes dan Kemenkes.
"Jadi, tipikal perbuatan dan peristiwanya bukan hanya kualifikasi perbuatan pendidikan dokter spesialis an sich saja, namun dominan dalam kualifikasi pelayanan medis RS. Itu artinya berarsiran tebal dan turut serta bertanggungajawab secara hukum pihak Menkes, Kemenkes dan pimpinan RS," tuturnya.
Terkait persoalan hukum yang terjadi dalam masalah ini, Joni mengatakan obyektifitas investigasi dan penyelidikan harus merdeka dari opini dan prejudice.
Termasuk juga, kata dia, tidak mengumbar fakta atau seakan fakta yang belum teruji secara saintifik, evidance based, dan mematuhi hukum acara dengan prinsip presisi yang dapat membentuk opini publik.
Masih terkait dugaan perubdungan, Joni menilai perlu diperiksa dan diuji apakah fakta, perbuatan, ataupun serangkaian perbuatan itu dalam konteks penyelenggaraan PPDS, relasi dan interrelasi personal-sosial di luar aras PPDS, atau perbuatan norma etika kedokteran sesama sejawat dokter, atau perbuatan pidana. Dia menegaskan penyidik Polri jangan sampai keliru dan gagal mengidentifikasi norma etika dokter ataukah perbuatan hukum.
"Apapun metode dan hasil laporan investigasi, ataupun berkas penyelidikan dan penyidikan Pro Justisia, maka secara hukum tidak lepas dari wewenang dan tanggungjawab hukum Menkes dan Kemenkes serta otoritas RS," tuturnya.
Selanjutnya, Joni mengatakan apapun hasil investigasi maupun penyelidikan maka penting dikawal agar tidak lepas dari tanggungjawab hukum Menkes, Kemenkes dan RS. Termasuk apa dan mengapa terjadi pembiaran.
"Rasanya tidak berfaedah hanya menuding dan tunjuk hidung secara prejudice kepada satu pihak, apakah Kepala Prodi PPDS, Dekan, atau penanggungjawab PPDS. Dalam hal ini juga termasuk di dalamnya tanggungjawab hukum RS dimana terjadinya perbuatan ataupun locus delictie," ujarnya.(lgn)
Load more