Jakarta, tvOnenews.com - Perusahaan tambang emas PT Masmindo Dwi Area (MDA) di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) menjelaskan kabar telah menebang paksa pohon cengkeh milik warga hingga viral di media sosial. PT MDA mengaku melakukan itu karena negosiasi dana kompensasi dengan warga buntu.
ahan yang dimaksud adalah lahan konsesi sah milik MDA, yang diperoleh berdasarkan kontrak karya yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebagai pemegang hak atas lahan tersebut, MDA berhak menggunakannya untuk kegiatan operasional tambang, sebagaimana diatur dalam kontrak dan undang-undang yang berlaku. Terkait klaim warga atas beberapa bidang tanah permukaan, masalah tersebut diselesaikan melalui pembebasan hak dan ganti rugi yang adil dan wajar.
Corporate Communications Head PT MDA, Diana Yultiara Djafar mengatakan lahan yang ditempati oleh warga untuk menanam cengkeh di Desa Rante Balla, Kecamatan Latimojong itu masuk dalam kawasan konsesi yang diberikan oleh pemerintah. Sehingga, PT MDA berhak atas lahan yang berada di kawasan tersebut.
"Kami memahami bahwa setiap proses perubahan selalu melibatkan tantangan. Manajemen MDA berupaya agar semua pihak mendapatkan hak yang adil dan setara sesuai dengan hukum yang berlaku. Kami senantiasa menjalin komunikasi yang terbuka dan konstruktif dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sekitar, guna memastikan proyek ini berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat," katanya, Kamis (19/9/2024).
MDA berharap bahwa masyarakat dapat memahami bahwa segala upaya yang dilakukan perusahaan selalu mengedepankan hukum dan kepentingan bersama, dan mengajak seluruh pihak untuk melihat masalah ini secara jernih dan komprehensif.
"Langkah ini terpaksa diambil setelah bertahun-tahun selalu mengalami kebuntuan karena harga yang diminta penggarap lahan melebihi dari angka KJPP dan angka mediasi yang disanggupi perusahaan," ujarnya.
PT MDA telah berupaya menyelesaikan permasalahan ini secara damai dan adil, melalui berbagai negosiasi dan mediasi sejak tahun 2022, namun perbedaan dalam harga terus menjadi hambatan yang menghalangi tercapainya kesepakatan.
Load more