Jakarta, tvOnenews.com - Sebelum terjun ke dunia politik dan menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep terkenal sebagai pengusaha.
Rata-rata bisnis Kaesang bergerak di bidang makanan dan minuman (FnB). Sayangnya, banyak bisnis Kaesang yang tidak bertahan lama atau tutup dalam kurun beberapa tahun setelah diluncurkan. Bahkan, salah satu bisnisnya tutup karena tidak laku di pasaran.
Baru-baru ini bisnis kuliner Kaesang besama artis top Indonesia, Raffi Ahmad dan pemilik Sinarmas, Michael Wijaya yang berada di bilangan BSD sempat menjadi perbincangan publik. Pasalnya, usaha yang baru dirintis pada Maret lalu itu tampak sepi pengunjung.
Merasa penasaran dengan bisnis Kaesang yang terlihat sepi, pakar keuangan Alvin Lim menyempatkan diri untuk bertandang ke lokasi kuliner tersebut.
Melalui tayangan video di akun YouTube, Alvin Lim dikejutkan dengan pemandangan bahwa seisi lokasi tersebut memang benar-benar sepi pengunjung.
"Ini di lokasi bisnis Rans Nusantara sangat banyak pilihan makanan, tapi anehnya sepi ya, itu hanya para pegawai yang duduk sisanya kosong. Ternyata benar ya teman-teman, tampaknya setiap bisnis yang Kaesang bikin ini nggak jalan, nggak laku ya. Tidak tahu kenapa," kata ujar Alvin Lim di lokasi Rans Nusantara, Minggu (29/9).
Alvin menilai, Kaesang belum matang dalam mengelola bisnis. Apalagi, bisnis yang dibangun putra bungsu Presiden Jokowi itu, rata-rata bergerak di bidang kuliner. Karena itu, Alvin mengaku tidak kaget ketika banyak bisnis yang dijalankan Kaesang terpaksa gulung tikar.
"Jadi kita lihat pertama bisnis makanan ini adalah bisnis yang susah untuk ditembus karena lidah orang berbeda kadang di lihat di situ enak walaupun enak sekalipun besok ada orang lain yang cicipi merasa tidak enak karena lidah orang berbeda mencari makanan yang disukai oleh banyak orang tidak begitu gampang. Jadi dia harus tahu dulu pangsa pasarnya," jelas Alvin Lim.
"Saya lihat di Rans Nusantara kenapa sepi, karena tempatnya jauh BSD-nya itu bukan BSD pusat Kota BSD, tapi BSD pinggiran terus makanan-makanannya juga kalau kita lihat tempatnya kurang nyaman nggak ada ruangan yang ber-AC dan parkirannya juga kecil. Padahal disini bisa menampung 2000 orang tapi parkiran mobil boro-boro 200 mobil aja nggak ada," imbuhnya.
Alvin Lim juga menyayangkan soal sistem pembayaran yang diterapkan di lokasi tersebut. Menurutnya, di setiap tempat bisnis harus dilengkapi dengan sistem pembayaran yang ramah untuk semua. Tidak hanya terpaku dengan satu sistem alat pembayaran saja.
"Tadi saya rasakan adalah mereka itu tidak menerima pembayaran cash ketika saya beli soto, saya mau bayar tidak bisa, jadi mereka hanya terima pembayaran melalui Qris. Alhasil orang makan di situ tidak bisa bayar jadi kesal, jadi malas datang lagi karena pembayaran cash tidak diterima. Pembayaran kartu kredit juga tidak terima jadi otomatis harus pakai Qris," ujarnya.
Menurut Alvin Lim, Indonesia belum siap secara mayoritas jika harus dipaksakan menggunakan system Qris.
“Kalau kita periksa mungkin lebih dari setengah tidak punya Qris. Mayoritas tidak punya Qris dan tidak tahu cara pakainya jadi alhasil mereka sudah kehilangan banyak audiens," terang Alvin Lim.
Akan tetapi terlepas dari itu, Alvin Lim menilai, seorang pebisnis harus memiliki ilmu kecerdasan keuangan, sebagaimana sedang digencarkan saat ini. Tujuannya, agar masyarakat Indonesia menjadi lebih cerdas dalam mengelola keuangan.
"Saat ini saya mengajarkan masyarakat untuk belajar tentang keuangan bagaimana tentang membuka bisnis. Bagaimana bisnis itu bisa sukses, bagaimana mencari property. Bagaimana cara menghitung keuntungan dalam nilai properti termasuk saham dan Options jadi kerja dasar keuangan," ungkapnya.
Alvin juga tidak menyangka jika sekelas Kaesang tidak memiliki kemampuan dalam mengelola bisnis. Sebab, ia melihat dari banyaknya bisnis yang dibangun, selalu tidak bertahan lama alias gulung tikar.
"Sekelas anak presiden tidak punya kecerdasan keuangan kasihan. Ini yang membuat banyak politikus Indonesia yang menjabat sebagai menteri, menjabat sebagai DPR, legislatif, eksekutif maupun yudikatif melakukan korupsi, karena mereka cerdas secara intelektual, cerdas juga secara emosional, tetapi secara finansial. Mereka tidak cerdas. Inilah pentingnya kecerdasan keuangan," terang Alvin Lim.
Bahkan setelah gulung tikar, anak presiden Jokowi itu ternyata memilih untuk berubah haluan dari pebisnis menjadi politikus. Hal itu, kata Alvin Lim, dapat menimbulkan pertanyaan di masyarakat.
"Hal yang sama juga dengan Gibran, bikin martabak hasilnya dia tinggalin dan dia masuk politik kenapa karena dia merasa di situ dia tidak bisa dapat uang. Awalnya mereka ingin jadi pebisnis tapi dilihat bapaknya dengan menggunakan kesempatan yang ada untuk mengambil kekuasaan, sehingga bisa cari duit juga di pemerintahan. Jadi inilah kultur yang ada di Indonesia," pungkas Alvin Lim. (ebs)
Load more