Meskipun begitu, menurut Bintang, lima tahun adalah waktu yang singkat untuk menyelesaikan permasalahan perempuan dan anak yang kompleks dan multisektoral.
"Oleh karenanya, kami membutuhkan masukan dan komitmen lebih lanjut dari rekan-rekan agar bisa dititipkan kepada kepemimpinan berikutnya," tutur Bintang.
Bintang mengklaim bahwa selama lima tahun ini sudah banyak program dan kebijakan yang diupayakan oleh KemenPPPA, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di akar rumput.
Mulai dari Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang telah tersebar di lebih dari 2000 desa, dibentuknya Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dengan tata kelola one stop services bagi korban kekerasan sesuai dengan mandat UU 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), hingga digelontorkannya Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik dan Fisik bagi Perlindungan Perempuan dan Anak.
“Kami menitipkan kepada rekan-rekan untuk dapat mengawal pendampingan bagi korban kasus kekerasan. Sejak tahun 2021 kami sudah menggelontorkan DAK PPA Non Fisik yang bisa digunakan untuk penjangkauan, pendampingan hukum, hingga visum bagi korban kekerasan. Di tahun 2025 kami juga menggelontorkan DAK PPA Fisik sebesar 122 miliar yang dapat digunakan untuk renovasi rumah aman dan UPTD PPA di daerah masing-masing,” paparnya.
Selanjutnya, Bintang juga membeberkan keberhasilan dalam menangani isu perkawinan anak melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu 8,74 persen dengan capaian di tahun 2023 mencapai 6,92 persen. Menurut Bintang, pencapaian tersebut tidak lepas dari sinergi dan kolaborasi dengan aktivis, tokoh adat, dan tokoh agama di berbagai daerah untuk memberikan pemahaman pada masyarakat.
Meski angka perkawinan anak berhasil diturunkan, Bintang mengatakan, permasalahan dispensasi kawin dan kawin tangkap di daerah masih saja ditemukan sehingga masih perlu dikawal bersama untuk menuntaskannya.
Load more